Ada banyak orang dimasa kini mengatakan bahwa Paulus adalah nabi palsu sebab dia mengubah hukum: “haram makan daging babi menjadi halal, wajib sunat menjadi tidak wajib” yang dengannya bertentangan dengan ajaran Yesus yang membenarkan haram makan daging babi dan sunat. Kelompok anti Paulus itu memakai Matius 5:17-18 untuk membenarkan pola pikirnya. Mereka kemudian berkata.: ”Taurat (Ulangan 14:7-19, Imamat 11:4-23) mengharamkan babi, mewajibkan sunat (Kejadian 17:10) dan Yesus datang menggenapinya, maka itu berarti Yesus menyetujui semua yang dikatakan oleh Taurat Musa”. Benarkah demikian?
Teks Matius 5:17-18 sbb.: "5:17. "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk MENGGENAPINYA 5:18 Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, SEBELUM semuanya terjadi. ”.
a. Secara tidak disadari bahwa kelompok anti Paulus mengakui kewibawaan Alkitab sebagai firman Tuhan (otentik dan bukan palsu). Jika ada dari antara mereka yang menuduh bahwa Alkitab adalah palsu, maka hal itu berarti juga mereka menentang cara berpikir dan tindakan mereka sendiri.
b. Tentu saja benar bahwa Yesus datang bukan untuk meniadakan hukum Taurat, juga tidak menggunakannya secara salah.
c. Apakah artinya kalau Yesus berkata: “menggenapinya”. Apa yang perlu digenapi adalah segala sesuatu yang TIDAK GENAP/YANG MASIH KURANG, YANG BELUM SEMPURNA. Sebab kalau sudah genap untuk apa digenapi lagi? Itu berarti Yesus mengakui bahwa Hukum Taurat masih KURANG/GANJIL, MASIH ADA YANG PERLU DITAMBAHKAN.
d. Siapakah yang akan MENGGENAPI semua kekurangan itu dan memperbaiki segala keganjilan Taurat Yahudi ? Dia adaalah Yesus. Kalau Yesus berkata: Aku datang untuk menggenapinya, maka itu berarti tidak akan ada lagi makhluk, atau nabi, atau rosul, atau apa pun yang akan datang menggenapinya karena memang sudah genap, sempurna dan ok. Hanya orang yang tidak waras, yang mengerang seperti anjing melolong, yang akan berusaha ‘menggenapi kembali Taurat maupun Injil yang sudah sempurna.
e. Manakah hal-hal yang telah digenapi oleh Yesus?:
• Konsep Allah Yang Esa. Konsep “Allah yang Esa” yang dianut oleh kaum Yahudi ini (Ulangan 6:4) dan para penyembah Allah lainnya telah digenapi. Kita tidak cukup hanya percaya bahwa Allah itu esa (secara numeric). Tetapi apa esa itu? Banyak kaum dan bangsa memahaminya secara matematis, tunggal. Konsep seperti itu tidak cukup. Alkitab berkata: “Engkau percaya, bahwa hanya ada satu Allah saja? Itu baik! Tetapi setan-setanpun juga percaya akan hal itu dan mereka gemetar.” (Yakobus 2:19). Jika manusia hanya memahami Allah sebagai yang esa, maka pengakuan manusia tidak beda dengan pengakuan setan-setan. Allah tidak cukup hanya dimengerti secara matematis, kaku, sebagaimana iblis mempercayainya. Konsep seperti itu kurang memadai untuk mengungkap realitas Sang Ada. Alkitab menjelaskan bahwa Sang Ada (Allah) adalah Esa (Satu) HakikatNya dalam Tiga Pribadi: Bapa dan Putera dan Roh Kudus. (Markus 1:9-11; Matius 28:19).
• Hukum Balas Dendam. Ajaran agama manapun membolehkan/halal balas dendam demi keadilan (Allahnya), kecuali agama Kristen. Nabi mana pun dalam tradisi keagamaan di dunia ini mengajarkan hal yang sama (sekali pun memakai embel-embel: balas dendam boleh dengan beberapa syarat). Sebaliknya, bagi agama Kristen, balas dendam haram hukumnya. Yesus mengajarkan lebih baik makan daging babi daripada balas dendam (Markus 7:17-23). Lebih baik menjadi penjagal babi, daripada penjagal manusia. Hukum gigi ganti gigi ala Yahudi (Ulangan 19:21) masih kurang maka perlu digenapi dengan kasih (Matius 5:44). Kadang-kadang orang membunuh dan melakukan balas dendam untuk membela reputasi Allah. Namun Alkitab menolak cara-cara seperti itu. Manusia tidak mungkin dapat membela Allah. Seolah-olah Allah adalah pribadi yang lemah dan tidak dapat membela diriNya. Orang-orang yang membunuh atas nama Allah pada dasarnya adalah orang yang tidak mengenal Allah. Alkitab mengingatkan: “Akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah. Mereka akan berbuat demikian, karena mereka tidak mengenal baik Bapa maupun Aku. (Yohanes 16:2-3)
• Makanan (Babi) Haram. Tradisi Yahudi mengharamkan makan daging babi. Hal itu disebabkan oleh banyaknya bangsa yang menyembah dewa-dewa di sekitar bangsa Yahudi. Babi, misalnya adalah binatang kurban yang dipersembahkan bagi Dewa Tammuz di Babilonia. Musa menyadari kenyataan itu, maka ia mengharamkan sejumlah binatang (antara lain babi) agar orang-orang Yahudi tidak tergoda memelihara babi dan mengurbankannya kepada para dewa, yang bukan Yahwe. Kebijakan Musa itu perlu untuk menjaga kesetiaan Yahudi menyembah Yahwe semata. Tradisi Kekristenan tidak mengenal binatang (makanan) Haram sebab Alkitab berkata: “Apa yang dinyatakan halal oleh Allah, tidak boleh engkau nyatakan haram” (Kisah Para Rasul 10:15). Di manakah hal itu dinyatakan? Persis setelah Allah menciptakan segala burung-burung di udara dan binatang-binatang di air (laut), Alkitab bersaksi: “Allah melihat bahwa semuanya itu baik (halal). Lalu Allah memberkati semuanya itu” (Kejadian 1:20-22). Demikian juga setelah Allah menciptakan segala jenis makhluk hidup, ternak dan binatang melata dan segala jenis binatang liar, Alkitab bersaksi: “Allah melihat bahwa semuanya itu baik (halal)” (Kejadian 1:24-24). Itulah pada mula penciptaan segala jenis makhluk hidup, binatang (hewan) dan tumbuh-tumbuhan. Dalam perjalanannya, ternyata ada yang diharamkan (Ulangan 14:7-19, Imamat 11:4-23). Jika Yesus menyetujui semuanya itu, maka prosedur “Dia datang untuk menggenapi” tidak berlaku. Sebaliknya, Yesus memperbaiki, mengoreksi, menyempurnakan salah pengertian/konsep orang-orang Yahudi berkaitan dengan segala makanan yang telah Dia ciptakan. Dia bersabda:
“Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu dari luar yang masuk ke dalam seseorang tidak dapat menajiskannya karena bukan masuk ke dalam hati tetapi ke dalam perutnya, lalu dibuang di jamban?" Dengan demikian Ia menyatakan semua makanan halal.
Kata-Nya lagi:
"Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya, sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang." (Markus 7:18-23).
Bahkan orang memakai narkoba: bukan karena narkoba yang masuk ke dalam mulutnya maka ia salah (jahat), tetapi karena kehendak/niat hati dan tindakannya untuk memakai narkoba itulah maka dia salah dan jahat.
• Poligami. Banyak nabi; baik yang sejati maupun yang palsu; orang Yahudi maupun yang lainnya berpoligami. Mengapa orang Yahudi berpologami? Allah tidak menghendaki poligami (Kejadian 2:21-24), tetapi mereka melakukannya juga karena ‘bertegar hati” (Markus 10:5)). Yesus kemudian meluruskan apa yang masih kurang [salah pengertian/poligami] ini dengan bersabda:
“Pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia…. Barangsiapa menceraikan isterinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu. Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah." (Markus 10:6-9.11-12)
• Sunat. Perhatikan perkataan Alkitab berikut ini:
"Lihat, waktunya akan datang, demikianlah firman TUHAN, bahwa AKU MENGHUKUM ORANG-ORANG YANG TELAH BERSUNAT KULIT KHATANNYA (Yeremia 9:25).
Menurut Yesus, Sunat pada dasarnya bukan perintah Allah, juga bukan perintah Musa, tetapi perintah nenek moyang bangsa Yahudi (Yohanes 7:22). Perkataan Yesus ini bermaksud untuk mendudukkan masalah sunat pada tempatnya yang sebenarnya sekaligus menggenapi segala apa yang kurang di dalamnya. Kekurangan sunat terletak pada pemahaman orang Yahudi yang melulu lahiriah (Efesus 2:11). Sunat yang benar adalah “mengerat kulit khatan hati” (Ulangan 10:16, Yeremia 4:4). Itulah sebabnya dikemudian hari Rasul Paulus berkata:
“Bersunat atau tidak bersunat tidak penting. Yang penting ialah mentaati hukum-hukum Allah (I Korintus 7:9)… Sebab bagi orang-orang yang ada di dalam Kristus Yesus hal bersunat atau tidak bersunat tidak mempunyai sesuatu arti, hanya iman yang bekerja oleh kasih (Galatia 5:6). Paulus mengingatkan: “Sudah banyak orang hidup tidak tertib, terutama di antara mereka yang berpegang pada hukum sunat. Dengan omongan yang sia-sia mereka menyesatkan pikiran. Orang-orang semacam itu harus ditutup mulutnya, karena mereka mengacau banyak keluarga dengan mengajarkan yang tidak-tidak untuk mendapat untung yang memalukan. Seorang dari kalangan mereka, nabi mereka sendiri." (Titus 1:10-12).
• Ibadah pada hari Sabtu (Sabat). Orang Yahudi beranggapan bahwa “manusia untuk hari Sabat”. Orang tidak boleh bekerja pada hari Sabat, sekalipun pekerjaan itu untuk menyelamatkan nyawa seorang manusia. Boleh dibilang: hari Sabat lebih penting daripada manusia. Sama celakanya: Hari Sabat diadakah agar pada hari itu perintah Yahwe diabaikan. Pemahaman orang Yahudi yang tidak benar (kurang) itu dikoreksi oleh Yesus. Yesus tahu bahwa YAHWE tidak bermaksud sebagaimana orang Yahudi memahaminya. Yahwe bermaksud agar pada hari Sabat, semua orang Yahudi memuliakan, menyembah, menguduskan dan beribadah kepadaNya. Kalau di sana sini dalam Alkitab dikatakan “jangan melakukan pekerjaan” maka pekerjaan yang dimaksud adalah pekerjaan yang dapat memalingkan seseorang dari YAHWE. Ada banyak pekerjaan yang dapat memalingkan seseorang dari Yahwe: bekerja di ladang, menjual gandum (alasan ekonomi), mengurus lembu di padang (alasan memelihara hewan korban persembahan, kelihatannya religius, tetapi boleh jadi mengambil binatang untuk dipersembahkan kepada Baal), dan masih banyak lagi pekerjaan yang dapat memalingkan seseorang dari Yahwe. Ketika seseorang berpaling dari Yahwe yakni berselingkuh dengan Dewa Baal, walaupun di luar hari Sabat, Yahwe menghukum orang itu dengan menghentikan hari Sabatnya.
“Aku (TUHAN) akan MENGHENTIKAN segala kegirangannya, hari rayanya, bulan barunya dan HARI SABATNYA dan segala perayaannya. (Hosea 2:10)”.
Artinya, kejahatan seseorang membuat hari Sabatnya tidak bermakna sama sekali. Sebaliknya, jika manusia yang menaruh belaskasihan kepada orang yang menderita akan berbahagia. (Amsal 14:21). Orang tersebut telah melaksanakan hari Sabatnya, sekalipun ia melakukannya pada hari, misalnya, Rabu. Hari Sabat diberi oleh Tuhan agar kita aktif berbuat baik dan bukan berdiam diri saja terutama ketika berhadapan dengan penderitaan sesama. Dengan berdiam diri, seseorang telah menajiskan hari Sabat. “Orang bodoh akan disangka bijak kalau ia berdiam diri dan disangka berpengertian kalau ia mengatupkan bibirnya” (Amsal 17:28). Tetapi dengan bekerja menolong orang yang sekarat, ia telah menguduskan hari Sabat. Manusia bukan untuk hari Sabat, tetapi hari Sabat untuk manusia. (Markus 2:27). Maksudnya, Tuhan mengadakan hari Sabat agar setiap orang mendapat kesempatan yang penuh guna merenungkan perintah Tuhan dan melaksnaakannya dengan sepenuh kasih. Jika kita menguduskan Tuhan hanya pada hari Sabat, apakah itu berarti segala perbuatan baik pada hari lainnya tidak menunjukkan bahwa kita memuliakan dan menguduskan Tuhan? Ketika seseorang lebih mengutamakan “hari Sabat” daripada “belaskasihan” maka Yahwe mencemooh mereka.
“Untuk apa itu korbanmu yang banyak-banyak?" firman TUHAN; "Aku sudah jemu akan korban-korban bakaran berupa domba jantan dan akan lemak dari anak lembu gemukan; darah lembu jantan dan domba-domba dan kambing jantan tidak Kusukai…Jangan lagi membawa persembahanmu yang tidak sungguh, sebab baunya adalah kejijikan bagi-Ku. Kalau kamu merayakan bulan baru dan sabat atau mengadakan pertemuan-pertemuan, Aku tidak tahan melihatnya, karena perayaanmu itu penuh kejahatan….Perayaan-perayaan bulan barumu dan pertemuan-pertemuanmu yang tetap, Aku benci melihatnya; semuanya itu menjadi beban bagi-Ku, Aku telah payah menanggungnya...Basuhlah, bersihkanlah dirimu, jauhkanlah perbuatan-perbuatanmu yang jahat dari depan mata-Ku. Berhentilah berbuat jahat, belajarlah berbuat baik; usahakanlah keadilan, kendalikanlah orang kejam; belalah hak anak-anak yatim, perjuangkanlah perkara janda-janda! (Yesaya 1:11.13-14.16-17).
Mengapa orang Kristen tidak begitu peduli dengan hari Sabat? Jawabannya: karena Yesus tidak peduli dengan hari SABATitu, Ia sendiri telah meniadakan hari Sabat. (Yohanes 5:18). Lagi pula mengapa orang Kristen musti memelihara hari Sabatnya orang Yahudi? Orang Kristen tidak mengagungkan hari Sabat, apalagi menyembahNya. Yang kami sembah ialah Yesus Tuhan kami. Ia senang berkumpul bersama murid-murdNya pada hari Minggu. Ia hadir di tengah-tengah mereka. Nah, kami percaya bahwa pada zaman ini pun Yesus hadir berkumpul bersama putera-puteriNya pada hari Minggu. Bagi kami, hari minggu adalah hari ciptaan baru, dimana Tuhan yang mulia menguduskan segala-galanya. Kalau Yahwe menciptakan segala sesuatu dalam dan melalui SabdaNya pada hari pertama, maka Ia melalui AnakNya membaharui dan menciptakan kembali secara baru segala sesuatu yang telah diciptakanNya pada hari pertama juga yakni hari Minggu. Yesus membawa sesuatu yang baru dan menggenapi segala sesuatu yang masih kurang dalam Tradisi Yahudi. Jadi, orang-orang Kristen mengikuti Gurunya. Dia bukan nabi yang membeo saja dan mencaplok secara sepihak adapt-istiadat Yahudi yang kaku itu.
• Puasa. Orang Kristen kerap dicemooh karena tidak berpuasa. Puasa yang dimengerti oleh si pencemooh adalah tidak makan dan tidak minum dalam rentang waktu dari pagi pukul 06.00 hingga sore pkl 18.00 selama tiga puluh hari penuh. Karena harus menahan rasa lapar dan haus, maka mereka mengatakan bahwa tuntutan agamanya menjadi begitu berat dan tidak seperti agama Kristen yang gampangan. Puasa model si pencemooh merupakan puasa ala Yahudi yang sedikit dirombak. Tetapi intisarinya sama saja: puasa lahiriah sifatnya. Mereka mengubah air mukanya sehingga kelihatan sedih, mengumumkannya ke khalayak ramai bahwa mereka harus dihormati sebab mereka sedang berpuasa. Puasa model seperti itu sudah pasti tidak dikehendaki oleh Yahwe. Yahwe menghendaki puasa yang sifatnya bathiniah dan memerdekakan. Membuka belenggu kelaliman, memerdekakan orang yang teraniaya, melindungi kelompok minoritas, memberi roti bagi yang lapar, melindungi orang miskin, berbagi pakaian kepada orang miskin (Lihat Yesaya 58:6-7). Penghayatan yang salah, sebagaimana dipraktekkan oleh orang-orang Yahudi, disinyalir oleh Yesus sendiri.
"Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu." (Matius 6:16-18)
• Anjang sana ke Yerusalem. Menurut orang Yahudi, Tuhan hanya tinggal di Yerusalem. Semua orang harus mengarahkan kepalanya ke sana. Mungkin ada juga orang yang mengarahkan dan menundukkan kepalanya ke tempat lain lagi, tetapi tindakan seperti itu tidak dikehendaki oleh Tuhan. Menyembah Tuhan itu baik dan luhur, suatu kewajiban yang mulia. Tetapi mengarahkan wajah hanya kepada tempat tertentu merupakan tindakan mengerdilkan gagasan bahwa Tuhan menemukan dan mendengarkan engkau di mana pun engkau berada dan mengarahkan wajahmu. Ketika Yesus datang, Ia menggenapi apa yang masih kurang dalam penghayatan bangsa pilihan itu. Yesus bertindak benar dan menjadikan segala-galanya baik dan indah.
“Kata Yesus kepadanya: "Percayalah kepada-Ku, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem. Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi. Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian. Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran." (Yohanes 4:21-24)
• Sedekah/zakat. Pada dasarnya sedekah itu baik, dan karenanya Alkitab menganjurkannya (Ester 9:22-23; Amsal 28:27), tetapi dihayati secara salah oleh orang-orang Yahudi. Sedekah atau amal saleh mereka sering dipamerkan, dicanangkan. Hal ini kritik oleh Yesus sendiri. (Matius 6:1-2). Yesus lalu menegaskan “Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu." (Matius 6:3-4). Sedekah dibuat bukan supaya engkau merasa telah melakukan kewajiban agamamu, tetapi nama Tuhan saja dimuliakan.
• Kerudung/jilbab. Pakai kerudung (jilbab?) adalah kebiasaan berbusana orang Yahudi dan manusia padang pasir pada umumnya. Hal itu dimaksudkan untuk melindungi tubuh mereka dari debu dan terik matahari. Walaupun demikian, hal itu tidak pernah diundangkan sebagai bagian dari ibadah dan syariat Allah, juga tidak pernah dilarang. Sah-sah saja kalau ada yang memakainya, apalagi kalau hal itu dapat menolong dia untuk lebih dekat dengan Tuhan. Ada orang yang menduga bahwa dalam 1Korintus 11:5-6, Yahwe mewajibkan setiap wanita untuk memakai jilbab. Perkiraan seperti itu total salah sebab, kalaupun melalui Paulus Yahwe menyatakan hukumnya, tetapi Yahwe sama sekali tidak mewajibkan perempuan memakai kerudung (cadar), apalagi jilbab, TETAPI yang dinyatakan oleh Paulus adalah tudung kepala. Dan tudung yang dimaksud adalah rambut.
“Pertimbangkanlah sendiri: Patutkah perempuan berdoa kepada Allah dengan kepala yang tidak bertudung? Bukankah alam sendiri menyatakan kepadamu, bahwa adalah kehinaan bagi laki-laki, jika ia berambut panjang, tetapi bahwa adalah kehormatan bagi perempuan, jika ia berambut panjang?... Sebab rambut diberikan kepada perempuan untuk menjadi penudung” (1Korintus 11:13-15).
Jadi, laki-laki perlu berambut pendek, sedangkan perempuan berambut panjang, bukan jilbab atau yang sejenisnya. Perlu diingat jilbab adalah baju kurung yang longgar, dilengkapi dengan kerudung yang menutupi kepala, sebagian muka dan dada. Jika dilihat terkesan mencolok. Kalau hal yang mencolok itu dikategorikan sebagai bagian dari ibadah, bagian dari penghayatan dan pamer iman, dan itu berarti ketika para wanita memakai jilbab, kemana dan dimana pun mereka berada, mereka sedang beribadah di depan dan dilihat orang lain. Yesus melarang hal yang demkian.
"Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga.” (Matius 6:1).
Yesus mengoreksi kebiasaan salah memakai jilbab sebagai kewajiban agama . Jadi, ajaran Yesus terlalau superior jika dibandingkan dengan ajaran nabi dari zaman manapun.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar