Senin, 09 Mei 2011

Dogma SP Maria Diangkat ke Surga

Memahami Dogma SP Maria Diangkat ke Surga
oleh: P. William P. Saunders *

Berbicara kepada khalayak gembira berjumlah lebih dari 500,000 orang yang memadati St Peter's Square, Paus Pius XII dengan khidmad memaklumkan dalam Munificentissimus Deus tanggal 1 November 1950, bahwa “Bunda Allah yang Tak Bernoda Dosa, Maria yang tetap perawan selamanya, sesudah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia, diangkat memasuki kemuliaan di surga beserta badan dan jiwanya.” Walau definisi khidmad baru dimaklumkan pada pertengahan abad keduapuluh, keyakinan akan Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga menunjukkan dinamisme pewahyuan dan pemahaman Gereja yang terus-menerus mengenainya seperti dibimbing oleh Roh Kudus.

Memang, kata “Diangkat ke Surga” tidak ada dalam Kitab Suci. Sebab itu, banyak kaum fundamentalis yang menafsirkan Kitab Suci secara harafiah akan mengalami kesulitan dalam memahami keyakinan ini. Namun demikian, pertama-tama kita patut berdiam diri dan merenungkan peran Bunda Maria dalam misteri keselamatan, sebab inilah yang menjadi dasar dari keyakinan Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga.

Kita percaya teguh bahwa sejak dari awal mula perkandungannya, karena kasih karunia istimewa dari Allah Yang Mahakuasa, Maria bebas dari segala noda dosa, termasuk dosa asal. Malaikat Agung St Gabriel mengenali Maria sebagai “penuh rahmat,” “terpuji di antara perempuan,” dan “bersatu dengan Tuhan.” Maria telah dipilih untuk menjadi Bunda Juruselamat kita. Dari kuasa Roh Kudus, ia mengandung Tuhan kita, Yesus Kristus, dan melalui dia, sungguh Allah menjadi juga sungguh manusia, “Sabda itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita” (Yoh 1:14).

Sepanjang masa hidupnya, walau catatan dalam Injil amat terbatas, Maria senantiasa menghadirkan Tuhan kita kepada yang lain: kepada Elisabet dan puteranya, Yohanes Pembaptis, yang melonjak kegirangan dalam rahim ibundanya atas kehadiran Tuhan yang masih berada dalam rahim BundaNya; kepada para gembala yang sederhana dan juga kepada para majus yang bijaksana; pula kepada warga Kana ketika Tuhan kita meluluskan kehendak BundaNya dan melakukan mukjizat-Nya yang pertama. Terlebih lagi, Maria berdiri di kaki salib bersama Putranya, memberi-Nya dukungan dan berbagi penderitaan dengan-Nya lewat kasihnya seperti yang hanya dapat diberikan oleh seorang ibunda. Dan akhirnya, Maria ada bersama para rasul pada hari Pentakosta ketika Roh Kudus turun dan Gereja dilahirkan. Sebab itu, masing-masing dari kita dapat melihat serta merenungkan Maria sebagai hamba Allah yang setia, yang ikut ambil bagian secara intim dalam kelahiran, kehidupan, wafat dan kebangkitan Tuhan kita.

Suatu bukti penting lainnya dalam Kitab Suci yang menegaskan Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga, dapat ditemukan dalam Kitab Wahyu, “Maka tampaklah suatu tanda besar di langit: Seorang perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya” (12:1). Ayat ini merupakan bagian dari bacaan pertama dalam Misa Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga. Kendati aspek kronologis dari teks, Gereja telah menafsirkan ayat ini sebagai menunjuk kepada Bunda Maria yang telah diangkat ke dalam kemuliaan surga dan dimahkotai sebagai Ratu Surga dan Bumi, dan sebagai Bunda Gereja.

Karena alasan-alasan ini, kita percaya bahwa janji Tuhan yang diberikan kepada setiap kita akan keikutsertaan dalam hidup yang kekal, termasuk kebangkitan badan, digenapi dalam diri Maria. Sebab Maria bebas dari dosa asal dan segala konsekuensinya (salah satunya adalah kerusakan badan setelah kematian), sebab ia ikut ambil bagian secara intim dalam hidup Tuhan dan dalam sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya, dan sebab ia ada saat Pentakosta, maka model dari pengikut Kristus ini sungguh pantas ikut ambil bagian dalam kebangkitan badan dan kemuliaan Tuhan di akhir hidupnya. (Patut dicatat bahwa definisi khidmad tersebut tidak menjelaskan apakah Maria wafat secara fisik sebelum diangkat ke surga atau langsung diangkat ke surga; hanya dikatakan, “Maria, sesudah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia ….”) Katekismus, dengan mengutip Liturgi Byzantine, memaklumkan, “Terangkatnya Perawan tersuci adalah satu keikutsertaan yang istimewa pada kebangkitan Putranya dan satu antisipasi dari kebangkitan warga-warga Kristen yang lain. `Pada waktu persalinan engkau tetap mempertahankan keperawananmu, pada waktu meninggal, engkau tidak meninggalkan dunia ini, ya Bunda Allah. Engkau telah kembali ke sumber kehidupan, engkau yang telah menerima Allah yang hidup dan yang akan membebaskan jiwa-jiwa kami dari kematian dengan doa-doamu'” (No 966).

Secara ringkas, Konstitusi Dogmatis tentang Gereja dari Konsili Vatikan Kedua mengajarkan, “Akhirnya Perawan tak bernoda, yang tidak pernah terkena oleh segala cemar dosa asal, sesudah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia, telah diangkat melalui kemuliaan di surga beserta badan dan jiwanya. Ia telah ditinggikan oleh Tuhan sebagai Ratu alam semesta, supaya secara lebih penuh menyerupai Putranya, Tuan di atas segala tuan, yang telah mengalahkan dosa dan maut” (No 59).

Keyakinan akan Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga telah lama ada dalam Gereja kita. Kita patut ingat bahwa Gereja Perdana disibukkan dengan menanggapi pertanyaan-pertanyaan seputar Kristus, teristimewa Inkarnasi-Nya dan persatuan hipostatik-Nya (persatuan ke-Allah-an dan kodrat manusiawi-Nya). Namun demikian, dalam membahas pertanyaan-pertanyaan ini, Gereja secara perlahan-lahan memaklumkan gelar-gelar bagi Maria sebagai Bunda Allah dan sebagai Hawa Baru, pula keyakinan akan Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa, yang kesemuanya itu merupakan dasar dari Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga.

Dalam Munificentissimus Deus, Paus Pius XII menyebutkan banyak Bapa Gereja dalam usaha menelusuri tradisi yang telah lama ada sehubungan dengan SP Maria Diangkat ke Surga - beberapa di antaranya St Yohanes Damaskus, St Andreas dari Crete, St Modestus dari Yerusalem dan St Gregorius dari Tours. Uskup Theoteknos dari Livias (± 550-650) menyampaikan salah satu dari khotbah awali yang paling mendalam mengenai SP Maria Diangkat ke Surga, “Sebab Kristus mengambil kemanusiaan-Nya yang tak bernoda dari kemanusiaan Maria yang tak bernoda; dan apabila Ia telah mempersiapkan suatu tempat di surga bagi para rasul-Nya, betapa terlebih lagi Ia mempersiapkannya bagi BundaNya; jika Henokh telah diangkat dan Elia telah naik ke surga, betapa terlebih lagi Maria, yang bagaikan bulan bercahaya cemerlang di antara bintang-bintang dan mengungguli segala nabi dan rasul? Sebab bahkan meski badannya yang mengandung Tuhan merasakan kematian, badan itu tidak mengalami kerusakan, melainkan dipelihara dari kerusakan dan cemar dan diangkat ke surga dengan jiwanya yang murni dan tak bercela.”

St Yohanes Damaskus (wafat 749) juga menuliskan suatu kisah yang menarik sehubungan dengan SP Maria Diangkat ke Surga, “St Juvenal, Uskup Yerusalem, dalam Konsili Kalsedon (451), memberitahukan kepada Kaisar Marcian dan Pulcheria, yang ingin memiliki tubuh Bunda Allah, bahwa Maria wafat di hadapan segenap para rasul, tetapi bahwa makamnya, ketika dibuka atas permintaan St Thomas, didapati kosong; dari situlah para rasul berkesimpulan bahwa tubuhnya telah diangkat ke surga.” Secara keseluruhan, para Bapa Gereja membela dogma SP Maria Diangkat ke Surga dengan dua alasan: Sebab Maria bebas dari noda dosa dan tetap perawan selamanya, ia tidak mengalami kerusakan badan, yang adalah akibat dari dosa asal, setelah wafatnya. Juga, jika Maria mengandung Kristus dan memainkan peran yang akrab mesra sebagai BundaNya dalam penebusan manusia, maka pastilah juga ia ikut ambil bagian badan dan jiwa dalam kebangkitan dan kemuliaan-Nya.

Kaisar Byzantine Mauritius (582-602) menetapkan perayaan Tertidurnya Santa Perawan Maria pada tanggal 15 Agustus bagi Gereja Timur. (Sebagian ahli sejarah menyatakan bahwa perayaan ini telah tersebar luas sebelum Konsili Efesus pada tahun 431.) Pada akhir abad keenam, Gereja Barat juga merayakan SP Maria Diangkat ke Surga. Sementara Gereja pertama-tama menekankan wafat Maria, secara perlahan-lahan terjadi pergeseran baik dalam gelar maupun substansinya, hingga pada akhir abad kedelapan, Sacramentarium Gregorian memiliki doa-doa bagi perayaan Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga.

Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga memberikan kepada masing-masing kita pengharapan besar sementara kita merenungkan satu sisi ini dari Bunda Maria. Maria menggerakkan kita dengan teladan dan doa agar bertumbuh dalam rahmat Tuhan, agar berserah pada kehendak-Nya, agar mengubah hidup kita melalui kurban dan penitensi, dan mencari persatuan abadi dalam kerajaan surga. Pada tahun 1973, Konferensi Waligereja Katolik dalam surat “Lihatlah Bundamu” memaklumkan, “Kristus telah bangkit dari mati; kita tidak membutuhkan kepastian lebih lanjut akan iman kita ini. Maria diangkat ke surga lebih merupakan suatu pengingat bagi Gereja bahwa Tuhan kita menghendaki agar mereka semua yang telah diberikan Bapa kepada-Nya dibangkitkan bersama-Nya. Dalam Maria diangkat ke dalam kemuliaan, ke dalam persatuan dengan Kristus, Gereja melihat dirinya menjawab undangan dari Mempelai surgawi.”

* Fr. Saunders is pastor of Our Lady of Hope Church in Potomac Falls and a professor of catechetics and theology at Notre Dame Graduate School in Alexandria. sumber : “Straight Answers: Understanding the Assumption” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2004 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; www.catholicherald.comDiperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.”
-----------------------------------------------------------

15 AGUSTUS : HR SP MARIA DIANGKAT KE SURGA
"Yakinlah anakku, bahwa tubuhku ini, yang telah menjadi bejana bagi Sabda yang hidup, telah dihindarkan dari kerusakan makam. Yakinlah juga, bahwa tiga hari setelah kematianku, tubuhku itu dibawa oleh sayap-sayap malaikat menuju tangan kanan Putera Allah, di mana aku memerintah sebagai ratu."
Pesan Bunda Maria dalam suatu penampakan kepada St. Antonius dari Padua
Dogma Santa Perawan Maria diangkat ke surga dirayakan untuk menghormati suatu kebenaran, yaitu bahwa setelah akhir hidupnya di dunia, Maria diangkat ke surga dengan jiwa dan raganya. Dalam Kitab Kejadian 5:24 dan 2 Raja-raja 2:1-12 Kitab Suci menceritakan bagaimana tubuh Henokh dan Elia diangkat ke surga. Jadi hal diangkat ke surga bukanlah hal baru yang belum pernah terjadi sebelumnya. Gereja tidak pernah menegaskan secara resmi apakah Bunda Maria benar-benar meninggal secara jasmani, meskipun banyak ahli yang beranggapan demikian.
Baru-baru ini dalam suatu meditasi mingguan, Paus Yohanes Paulus II menyatakan bahwa "Bunda tidak lebih tinggi dari Putera". Pernyataannya itu memperkuat keyakinan bahwa Maria mengalami kematian jasmani. Karena Yesus sendiri harus wafat, maka logis sekali jika kita beranggapan bahwa Bunda Maria juga wafat secara fisik sebelum ia diangkat ke surga. Karena kita yakin bahwa Bunda Maria dikandung tanpa dosa dan tetap "penuh rahmat" sepanjang hidupnya di dunia, logis juga jika kita beranggapan bahwa tubuh jasmaninya dihindarkan dari kerusakan setelah kematiannya.
Seandainya Maria dimakamkan di suatu tempat di dunia ini, pastilah ada makamnya. Bunda Maria sangat dihormati dan dicintai oleh Gereja Perdana. Jemaat Gereja Perdana dengan cermat sekali menjaga reliqui (Latin = peninggalan, yaitu tulang-belulang, pakaian dll peninggalan para kudus), jenasah serta barang-barang peninggalan para martir gereja. Kita mengetahui lokasi di mana Yesus dilahirkan, lokasi penyaliban, lokasi Yesus naik ke surga, serta banyak tempat-tempat penting lainnya yang berhubungan dengan kehidupan Kristus. Kita dapat mengenali tempat-tempat tersebut karena saudara-saudara kita dari Gereja Perdana meneruskan informasi tersebut kepada kita melalui Tradisi. Reliqui jemaat gereja perdana serta reliqui keduabelas rasul masih ada, demikian juga reliqui Kristus seperti Kain Kafan Turindan potongan-potongan kayu dari Salib Kristus yang asli.
Seandainya saja Bunda Maria mempunyai makam, tentulah makamnya akan dihargai serta dihormati oleh gereja. Karena, bukankah ia adalah Bunda Allah. Kenyataannya, tidak satu pun kota di mana Bunda Maria pernah tinggal, Efesus atau pun Yerusalem, yang menyatakan memiliki makam Maria. Mengapa demikian? Karena memang tidak ada makamnya di dunia.
Kaum Protestan tidak setuju dengan dogma Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga, meskipun mereka percaya bahwa kelak kita semua 'akan diangkat bersama-sama' dan 'menyongsong Tuhan di angkasa' (1 Tesalonika 4:17). Sebaliknya, umat Katolik percaya bahwa Maria diberi keistimewaan untuk lebih dulu diangkat ke surga. Dan mengapakah ia tidak boleh menerima keistimewaan seperti itu, tubuhnya - yang merupakan bejana kudus bagi bayi Yesus - dihindarkan dari kerusakan duniawi?
Secara sederhana Dogma Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga dapat dijelaskan sebagai berikut:
Tentunya kita masih ingat dogma Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa, yaitu bahwa Tuhan menciptakan Maria dalam rahim ibunya, Santa Anna, tanpa noda dosa asal. Tuhan menghendaki demikian supaya Maria dapat mengandung Yesus, yang adalah Putera Allah. Pada akhir hidup Maria di dunia, Tuhan memutuskan untuk melakukan sesuatu yang istimewa baginya. Tubuhnya tidak dimakamkan, tetapi Tuhan mengangkat tubuhnya ke surga. Inilah yang disebut Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga. Bunda Maria diangkat jiwa dan raganya ke surga agar ia dapat senantiasa bersama dengan Yesus. Sungguh suatu karunia yang amat istimewa yang dianugerahkan Tuhan kepada Maria, karena Tuhan amat mengasihinya. Sekarang Maria adalah Ratu Surga dan Bumi.
Sementara Kitab Suci mengajarkan kita hal-hal yang terpenting, ada banyak keterangan serta informasi yang hanya kita peroleh melalui tradisi gereja karena pada kenyataannya ada banyak hal yang tidak dicatat dalam Kitab Suci:
Yohanes 20:30 "Memang masih banyak tanda lain yang dibuat Yesus di depan mata murid-murid-Nya, yang tidak tercatat dalam kitab ini."
2 Tesalonika 2:15 "Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis"
Kuasa Gereja untuk menetapkan dogma Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa dan Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga datang dari kuasa mengajar yang dilimpahkan Yesus kepada Petrus dan para rasul. Kenyataan mengenai adanya ajaran-ajaran atau pun kejadian-kejadian yang tidak secara khusus dicatat di dalam Kitab Suci tidak berarti bahwa ajaran-ajaran atau pun kejadian-kejadian itu tidak ada. Gereja telah menetapkan dengan cermat dan tegas demi kepentingan kaum beriman karena Yesus telah berjanji kepada kita bahwa Ia akan membimbing dan mengajar Gereja-Nya dengan mutlak (tanpa salah) melalui para pemimpin gereja serta melalui Magisterium Gereja (Kuasa mengajar Gereja: tak dapat sesat dalam hal iman dan susila (moral) karena dilindungi oleh Allah Roh Kudus) sampai akhir zaman.
sumber : In Defense of the Blessed Virgin Mary; www.qni.com/~catholic/defense.htm Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan:“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”

Maria diangkat ke sorga jiwa dan raganya

Bagi banyak orang masa kini, mungkin tersirat gagasan, seakan-akan ajaran mengenai ‘Santa Maria diangkat ke surga’ itu relatif masih baru. Memang rumusan resminya baru diungkap sebagai dogma Gereja oleh Paus Pius XII pada tahun 1950[1] setelah semua Uskup dimintai pendapat dengan surat tanggal 1 Mei 1946. Namun tradisi dan ajaran mengenai ‘Pengangkatan Maria ke surga” sudah berusia tua sekali. Sudah sejak abad 8 umat kristiani merayakan pesta Maria diangkat ke Surga.[2]
Tampaknya Maria meninggal dalam situasi privat sekali. Berbeda dengan Anaknya yang meninggal di tengah orang banyak. “Maria, bunga bakung firdaus, meninggal di tengah bunga-bunga yang tumbuh bersertanya”. Keberangkatannya tidak diseru-serukan di dunia. Gereja memang sibuk dengan pengutusan hariannya: mewartakan Kabar Anak Maria, menderita, dikejar-kejar. Pada suatu waktu di antara mereka rupanya beredar kabar bahwa Maria sudah tidak di antara mereka lagi. Mereka mencari-cari tempat Maria dikuburkan, peninggalannya dst. Tidak jelas apakah di Ephesus? Di Yerusalem? Kabar simpang siur; pun kalau orang modern memasang Maria di mana-mana untuk mendapat keuntungan keuangan. Sebenarnya tak seorang pun  pernah menemukan makamnya. Ada pula kabar yang mengatakan bahwa pada waktu tertentu para Rasul berkumpul di sekitar Bunda Yesus, yang sudah lemah sekali. Namun ditradisikan bahwa Maria tidak disimpan dalam kubur; ia diangkat ke surga oleh Anaknya.”[3]
Orang pertama yang tercatat mempermasalahkan tubuh Maria adalah St. Epiphanius. Ia menjadi Uskup pada abad 4.
Alkitab tidak mengatakan bahwa Maria tetap tinggal di rumah Yohannes sesudah dialog di salib. Tampaknya, seperti dalam Injil, Maria memang mengambil posisi ‘diam’ dan ‘mengunyah segalanya dalam hati’. Mungkin juga Wahyu 12: 13 memperlihatkan Maria dilepaskan dari genggaman maut.  
St. Johannes dari Damaskus sudah menyusun suatu kotbah bagus mengenai Maria diangkat ke surga. Sejak pertengahan abad 5 sudah ada kalangan kristiani luas yang merayakan pesta dengan sebutan “Peringatan Bunda Allah” pada tanggal 15 Agustus. Tempatnya di suatu tempat jiarah dekat Yerusalem. Pada akhir abad 6 pesta tersebut khususnya untuk mengenangkan akhir kehadiran Maria di dunia: hari Maria dipanggil kembali kepada Bapa. Pada abad 8 Paus Sergius membawa pesta itu ke Roma bersama dengan 3 pesta lain yang berkaitan dengan Maria. Dari Roma pesta itu menyebar ke seluruh Eropa. Pada akhir abad 8, Paus Adrianus memberinya nama Pesta Maria diangkat ke surga. Pada tahun 1169 Paus Alexander III menulis “Maria dikandung tanpa noda, melahirkan tanpa sakit dan berangkat lagi ke surga tanpa mengalami pembusukan kuburan: jadi memperlihatkan – sesuai dengan kata-kata malaikat – bahwa Maria penuh rahmat : tidak kurang!”.[4] Menjelang akhir abad 15 sudah hampir tidak ada orang yang menyangsikan perlunya pesta itu. Pada abad 17 Suarez berkata bahwa “tiada orang katolik saleh yang menyangsikan atau mengangkal misteri itu”. Kemudian Alphonsus Liguori menghubungkan pengangkatan ke surga dengan misteri Maria dikandung dengan tanpa noda. Setelah pengumuman dogma Maria dikandung tanpa noda dosa tahun 1854, banyak sekali usul dari seluruh dunia menghendaki diumumkannya dogma mengenai pengangkatan Maria ke surga.[5] Banyak sekali gereja yang dibaktikan kepada Maria diangkat ke surga. Begitu pula kota dan kabupaten yang berlindung di bawah Maria yang diangkat ke surga. Di Gereja Timur dan Gereja Barat waktu itu sudah ada doa ibadat harian mengenai Maria yang diangkat ke surga pula. Buku sakramen Perancis dan Bizantium memuat doa itu.
Baiklah kita memandangnya dari kacamata iman pada Yesus Kristus.[6] Kita semua percaya bahwa Yesus Kristus naik ke surga: tubuh dan badan yang baru dibangkitkan. Ajaran itu disebut iman akan Kenaikan Yesus Ke Surga. Ajaran tersebut secara eksplisit diwahyukan dalam Alkitab. Kita semua juga percaya, bahwa semua orang benar akan masuk surga, rohani dan jasmani. Dengan kata lain, tubuh dan jiwa kita akan sama-sama dimasukkan ke surga, mengikuti Tubuh Yesus Kristus yang dibangkitkan. Hal itu juga secara eksplisit diwahyukan dalam Alkitab. Oleh sebab itu kita semua percaya, bahwa para kudus sekarang ini ada di surga, sedangkan tubuh mereka ada di makam. Kebenaran-kebenaran tersebut di atas diterima oleh semua orang yang menyebut diri kristiani.   
Kita, sebagai umat katolik percaya bahwa tubuh Santa Perawan Maria sekarang ini pun sudah ditempatkan di surga – mulia.[7] Kita menyebut ajaran ini “Santa Perawan Maria diangkat ke surga” pada akhir hidup duniawinya (dengan seluruh darah dan dagingnya); yang bagi kita baru akan terjadi pada akhir jaman. Maka kita percaya bahwa tubuh Yesus dan Maria sekarang ini sudah ada di surga. Bedanya: Yesus naik ke surga atas kekuatannya sendiri sedangkan Maria diangkat ke surga oleh Anaknya. Oleh sebab itu kita mempergunakan 2 istilah yang berlainan: Kenaikan Kristus dan Pengangkatan Maria ke surga.
Tidak ada data historis positif untuk membuktikan Pengangkatan Maria ke surga. Jean Guitton, seorang beriman Perancis, mengatakan bahwa tidak mungkin kita menerima sebagai data, seakan-akan para Rasul hadir pada saat Maria meninggal, memakamkannya dan menemukan kubur itu kosong pada hari ketiganya. Namun ada data-data negatif, yang dapat dicatat.
Tak pernah ditemukan makam Maria. Selain itu, sampai abad 5 tidak ada satupun legenda mengenai pemakaman Maria. Padahal kedudukan Maria di antara para Rasul merupakan kondisi subur untuk terciptanya legenda, seperti terjadi dalam banyak tokoh keagamaan lain. Tidak ada sama sekali peninggalan tubuh Maria. Tidak ada juga orang atau kota yang mengaku mempunyai peninggalan Maria. Padahal sejak jaman dulu senantiasa ada penghormatan pada peninggalan para kudus atau martir. P. Canica OFMCap mengaku, bahwa andaikata ada peninggalan Maria, pasti sudah akan jadi bahan penghormatan, bila melihat maraknya penghormatan kepada para suci dalam Gereja. Namun ditemukan Paus Adrianus I mengirim kepada Kaisar Karl Agung (784-791) suatu buku mengenai Sakramen-sakramen, yang antara lain memuat doa mengenai meninggalnya Maria.[8]
Selama 16 abad pertama, tidak ada ahli ajaran Gereja atau sekolah teologi yang menyangsikan pengangkatan Maria. Para ahli lebih banyak berdebat mengenai Maria dikandung tanpa noda dosa.

Ada beberapa nas dalam Alkitab yang mungkin memberikan data implisit mengenai Maria, khususnya: Kej 3: 15; Luk 1: 28; Why 12: 1-2.

Nas-nas tersebut berkaitan dengan sebab-sebab iman akan Pengangkatan Maria ke surga. Iman kristiani sejak awal yakin bahwa Kristus menghendaki ibuNya mengambil bagian dalam hidupNya. Maka dari itu Ia juga membawa Maria ikut serta menikmati kemuliaanNya dengan kebangkitan. Kecuali itu, iman para Rasul masih menyimpan iman anak cucu Abraham, bahwa pembusukan makam adalah suatu hukuman atas dosa (Kej 3: 19). Daging kita adalah “daging dosa” (Rom 8:3). Kebanyakan dosa-dosa kita terjadi melalui kehendak daging. Namun dalam Maria tidak ada setitik pun noda dosa. Dengan Maria dikandung tanpa noda dan karena ia penuh rahmat, maka ia dianugerahi kekebalan dari kebusukan dalam tubuhnya. Sebab prinsip pembusukan yang ada pada kita semua itu tidak ada dalam Maria. “Daging dan  darah”, kata Alkitab, “tidak dapat memiliki Kerajaan Allah” (1 Kor 15: 15). Bahkan tubuh para kudus tidak dapat masuk Kerajaan Allah. Mereka harus diperbaharui oleh tangan Allah. Oleh sebab itu tubuh Maria – tanpa noda, murni dan tanpa dosa – tidak dapat dibusukkan.
Sejak awal mula Maria dikandung, ia mengatasi keadaan manusia biasa dan berada dalam kondisi seperti Adam dan Hawa sebelum jatuh ke dalam dosa. Andaikata mereka itu tidak berdosa, maka mereka tidak akan mendengar kata kutukan: “Kamu debu dan akan kembali menjadi debu” (Kej 3: 19). Dengan demikian, keadilan ilahi tentulah menjaga Maria sehingga tidak jatuh ke dalam akibat kutukan awal itu.
Tubuh Maria yang tak bernoda, dalam arti tertentu, adalah asal dari pengudusan semua manusia. Dagingnya digunakan untuk membentuk tubuh Anaknya; tubuh yang Dia gunakan untuk mati di salib guna menghancurkan maut dan dosa. Itulah juga yang diberikanNya kepada kita sehingga kita dapat bangkit dari mati. Kalau demikian, mungkinkan bahwa tubuh Maria, yang sejaringan dengan tubuh Kristus, sarana penyelamatan dan kebangkitan itu, akan mengalami kematian dan pembusukan dalam makam? Kandungan yang membawa Yesus, tangan yang membelaiNya, lengan yang memeluknya, Maria yang menyusuiNya, hati yang mencintaiNYa – tidaklah mungkin melusuh menjadi debu dalam malam.
Kemenangan total Kristus atas Setan mencakup kemenangan atas dosa dan kematian. Maria, Bunda Allah, berada dalam kesatuan yang amat intim dengan Yesus, juga dalam kemenanganNya terhadap Setan. Maria tidak hanya menyediakan daging yang dipersembahkan Kristus bagi penebusan kita. Maria juga mengambil peran menentukan dalam kerjasama untuk penebusan. Ia disatukan dengan Kristusn dalam pelbagai bagian kemenanganNya. Maka Maria juga dipadukan dengan Yesus Kristus dalam kemenanganNya atas kematian, dengan kebangkitan dan pengangkatannya mendahului akhir jaman. Itulah alasan yang disebutkan oleh Paus Pius IX dalam Bulla Ineffabilis Deus.
Dalam Maria mengandung dan melahirkan Anaknya sebagai perawan, Allah melakukan mukjijad unik tanpa tanding. Mukjijad itu adalah suatu tindakan ilahi yang menunjukkan hormat kepada tubuh Bunda Allah. Allah mempertahankan keutuhan tubuh BundaNya melawan segala hukum kodrat. Tidaklah mungkin Allah lalu tidak mengijinkan tubuh tanpa noda itu menderita noda yang tak terhingga lebih besarnya dalam wujud kebusukan makam.
Tentu saja, umat katolik yakin, bahwa semua keistimewaan dan kemuliaan Maria itu disebabkan oleh Anaknya. Martabat IlahiNya mengandaikan dan menuntut kesempurnaan dalam ibuNya. Tubuh Maria adalah Tubuh Kristus. Dan Kristus memilikinya serta menjaganya dari kebusukan karena juga telah tersedia untuk membentuk Tubuh Penebus.  Tubuh Maria harus tanpa noda dan tanpa dosa, sebagaimana jiwanya. Penghinaan si Ibu (dengan busuk di makam) akan juga menjadi penghinaan terhadap Sang Anak.
Perihal Perkembangan dan Definisi ajaran iman tentang Maria diangkat ke surga dapatlah dikaitkan dengan peristiwa di pertengahan abad 19. Sesudah Paus Pius IX merumuskan dogma “Maria Dikandung Tanpa Noda Dosa” tahun 1854, segera orang berpikit mengenai Pengangkatan Maria ke Surga. Keduanya merupakan kebenaran iman yang tidak secara eksplisit ada dalam Alkitab. Banyak orang mengirimkan petisi ke Tahta Suci. Antara tahun 1849 sampai 1940 ada lebih dari 2500 petisi yang ditulis oleh uskup dan pemimpin tarekat. Angka itu menjangkau sampai sekitar 70% hirarki. Pada tanggal 1 Mei 1946 Paus Pius XII mengirim ensiklik berjudul “Perawan Bunda Allah” yang meminta semua uskup seluruh dunia untuk melaporkan iman dan devosi mereka pribadi, umat, imam, biarawan/wati mengenai Pengangkatan Maria ke Surga. 1185 menjawab bahwa ajaran itu dapat didogmakan dengan aman. Hanya 16 orang yang menulis, apakah perumusan dogma itu tepat waktu saat itu (bukan mengenai kebenarannya). Oleh sebab itu pada tanggal 1 November 1950, sehari sesudah penutupan Kongres Maria Internasional yang kedelapan di Roma, Pius XII secara meriah merumuskan dogma Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga. Peristiwa besar itu berlangsung di Piazza St. Pietro di hadapan 40 Kardinal, 500 Uskup, ribuan imam dan hampir sejuta umat beriman.
Untuk mendalaminya, baiklah kita mengamati kata-kata yang dipergunakan oleh Seri Paus: “Maria sesudah menyelesaikan tugas hidupnya di dunia, diangkat ke surga dengan tubuh dan jiwanya masuk kekemuliaan surgawi”.
Sebagaimana Maria menerima Kristus di dunia, demikianlah Kristus menerima Maria di surga. Setelah sudi turun atas Maria, tepatlah juga kalau Allah mengangkat Maria kepada kemuliaan surgawi. Tempat Bunda Allah adalah di cahaya kemuliaan abadi dan tidak di kekelaman makam. Menurut Jean Guitton, “Perawan, yang memberikan dorongan kepada dunia dan yang sudah melepaskan dirinya dari dunia, serta menjadi lambang tujuan sejarah”.
Oleh sebab itu kita dapat berdoa seperti Paus Pius XII sebagai berikut:
"O, Perawan yang tanpa noda, Bunda Allah dan Bunda seluruh umat manusia,
kami percaya dengan seluruh gairah iman kami akan pengangkatanmu ke surga, dengan seluruh jiwa dan raga. Di surga engkau disambut sebagai ratu dari semua paduan suara para malaekat dan seluruh laskar para kudus. Kamu menyatukan suara kami untuk memuji dan memuliakan Tuhan, yang telah meninggikan engkau dari segala ciptaan dan untuk memberikan kebaktian dan cinta kami”.[9] 
Mungkin dapat dipertanyakan: mengapa masih juga banyak orang sulit percaya akan Pengangkatan Maria ke Surga? Gereja Ortodoks sebenarnya setuju mengenai isi pengangkatan Maria ke surga, namun tidak sepakat kalau dimaklumkan oleh Seri Paus.[10] Sejumlah tokoh dalam Gereja-gereja Reformasi berkeberatan karena dasar alkitabiahnya tidak jelas, padahal bagi mereka, Alkitab adalah satu-satunya sumber bahwa kita beriman. Maka mereka meragukan dogma ini, walau menghormati Maria juga.
Bagi umat katolik, Alkitab perlu kita terima dalam kesatuan dengan seluruh tradisi iman gerejawi, sebagaimana diungkapkan dalam ayat terakhir Injil Yohannes. Kita perlu menangkap banyak hal dalam Alkitab secara utuh: baik arti biologis, makna katanya maupun keseluruhan latar belakang budaya dan spiritualnya. Maka pengangkatan Maria ke Surga perlu dipahami bukanlah sebagai pertama-tama peristiwa fisik atau biologis atau budaya atau politis. Di sini kita berbicara mengenai peristiwa rohani dan hal spiritual. Untuk dapat masuk ke dalam lapisan hidup rohani dan spiritual itu diperlukan iklim hidup tertentu. Sulitlah kita masuk ke lapisan itu apabila terlanjur menjadi materialistik, seperti yang tampaknya melanda masyarakat kita sejak tahun 1965an. Idealisme persatuan digeser oleh pragmatisme mencari uang dan kesejahteraan lahiriah. Namun di samping itu juga ada arus lain yang tidak kalah mengganggu hidup spiritual kita, yaitu arus yang terlalu cepat atau suka mengembalikan segala sesuatu pada hukum agama atau formalisme religius. Dalam arus ini orang digoda untuk menjadikan hukum agama atau ungkapan ritual agama sebagai patokan bagi hidup manusia, termasuk batinnya. Dengan demikian orang menyempitkan hidup spiritual pada segi-segi hukum.
Serupa itulah orang yang menolak misteri yang diungkapkan oleh Pengangkatan Maria ke Surga. Sebab dalam misteri ini orang diajak percaya akan hubungan mesra dan akrab antara yang fisik atau biologis dengan yang spiritual. Penebusan yang bersifat rohani-spiritual diakui terwujud dalam yang fisik dan biologis. Anak Allah yang secara fisik biologis sudi hadir dalam diri gadis desa Maria, itu melaksanakan penebusan umat manusia melalui kemanusiaanNya. Penderitaan dan kematianNya di salib yang amat jasmaniah adalah wujud kelihatan dari penyelamatan alam semesta. Maka pemenuhannya yang juga mencakup kedua hal itu dianugerahkan pula dalam ibuNya yaitu Bunda Maria. Maka ‘surga’ bukanlah tempat, melainkan suatu keadaan: di situ Anak dan Ibu menjadi satu dan bagi kita tersedia hal serupa. Bahkan Mat 27:52 menunjukkan bahwa bagi pelbagai kelompok manusia tersedia pemenuhan kebahagiaan lahir batin.
Cara pandang Gereja Katolik tidak perlu mencemaskan, seakan-akan terlalu memuja Maria. Sebab pesta yang dirayakan adalah ‘Pengangkatan Maria ke Surga’, jadi ada nada ‘pasif’. Sebab dalam iman ini pelaku utama adalah Sang Penebus. Dialah yang menebus dan Dia pula yang duduk di sisi kanan Allah Bapa. Maria hanya memperoleh karunia ini karena jasa Anaknya.[11] Mungkin kita dapat melihatnya dalam kaitan dengan Kitab Wahyu 11: 19 dan 12: 1dst.
Seperti ajaran mengenai ‘Maria dikandung tanpa noda dosa’, ajaran mengenai ‘Maria diangkat ke surga’ berkembang secara perlahan-lahan.  Salah satu penghambat adalah suatu kotbah yang dikatakan berasal dari St. Hieronimus, yang menolak ajaran itu.[12] Namun kemudian terbukti  bahwa tulisan itu tidak berasal dari St. Hieronimus. Kelak St. Thomas Aquino menyetujui ajaran iman mengenai Pengangkatan Maria ke Surga, dalam uraiannya mengenai“Salam Maria”.
Jaman sekarang orang tidak begitu menghargai lagi darah-daging manusia, ketika begitu banyak pembunuhan dan perkosaan hak azasi manusia. Kultur minuman keras dan obat perangsang serta bius maupun materialisme yang tanpa kendali menunjukkan hedonisme tanpa batas. Pada masa seperti ini, dogma mengenai pemuliaan tubuh dan jiwa Maria menjadi suatu ungkapan melawan kultur masa kini: melalui tubuh pula Tuhan menjelma menjadi manusia dan memuliakan ibuNya.
Pesta Maria diangkat ke surga menjadi pesta mengenai janji masa depan kita semua. Pengangkatan Maria ke surga mengangkat hati dan masa depan kita menuju ke surga. Sebab di sanalah Bunda Maria menantikan kita untuk bersatu dengan Anaknya. Gereja Katedral dengan menara kembarnya dapat terus menerus mengingatkan kita akan panggilan abadi kita itu.
MENGASIH MARIA  (MB. 543 / 1=G)
1.Mengasih Maria kerinduanku
 menjadi abdinya cita hidupku.
 Ya Bunda surgawi sambut baktiku
 kini kuhaturkan doa padamu.
  
2.Maria pemurah ratu surgawi
 engkaulah Bundaku, aku anakmu.
 Janganlah biarkan apapun juga
 memisahkan kita, kini dan kelak.
  
3.Ratu yang perkasa dengar doaku.
 Dampingilah aku di medan hidup.
 Ulurkan tanganmu bila kujatuh,
 dan hantarkan aku ke dalam surga.
[1]Paus Pius XII, Munificentissimus Deus, Vatican, 1950.
[2]Heuken, Adolf, “Ensiklopedi Gereja Katolik” s.v. ‘Maria diangkat ke surga’.
[3]Banyak bagian dalam tulisan ini bertumpu pada refleksi Kardinal John Henry Newman, “Discourses to Mixed Congregations’” sebagaimana dikutip dalam “The Mystical Rose” tulisan J. Regina, ed. 1960, hal 91-94.
[4]Bdk DS 1963, no. 748.
[5]Bdk. Minificentissimus, a.1-5.
[6]Bdk. Rahner, Karl, “The Interpretation of the Dogma of the Assumption”, dalam Theological Investigation I, Herder, 1960, 215-228.
[7]Bdk. Paus Pius XII, Mystici Corporis, 1943, D 2291.
[8]Bdk Ott, Ludwig, “Grundriß der Dogmatik, Herder, 1970, 251.
[9]Dari Doa Pengangkatan Maria ke Surga: oleh Paus Pius XII.
[10]Heuken, s.v. Maria.
[11]Bdk. St. Thomas, III, 53,4.
[12]Demikian catatan L.Ott dalam ‘Grundriß der Dogmatik’nya.
  

Selasa, 03 Mei 2011

Ysus tidak pernah menyatakan diriNya adalah Yahwe?


Unitarian:

Yesus sendiri tidak pernah menyatakan diriNya Yahwe.

Jawab

a. Butuh Pengakuan Verbal: “Aku adalah Allah”?

Kami beri ilustrasi: “Selama lawatannya ke luar negeri, Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, dan bahkan semua orang yang pernah menjabat sebagai presiden, di bumi ini, tidak pernah berpidato, atau memberi pernyataan tentang dirinya: “Aku Barack Obama, Presiden Amerika Serikat adalah Manusia”. Kalau Barack Obama tidak pernah memberitahukan bahwa dirinya adalah manusia, hal itu tidak dapat disimpulkan bahwa Barack Obama pasti bukan manusia.  Jadi, sesuatu yang tidak dikatakan secara verbal bukan berarti bahwa sesuatu itu tidak ada. Kalau benar bahwa Yesus tidak pernah menyatakan “Aku adalah Allah” tidak berarti bahwa Dia bukan Allah. Kecuali kalau Yesus benar-benar pernah menyatakan: Aku bukan Allah. Berita menyedihkan bagi kaum Unitarian bahwa Yesus tidak pernah menyangkal bahwa DiriNya adalah Allah. Sebaliknya, Yesus dengan pelbagai cara menyatakan bahwa Dia adalah Allah/Yahwe yang menjadi manusia.

b. Yesus menyatakan diriNya sebagai Putera Allah:

Dalam Perjanjian Baru dikatakan: “Kata mereka semua: "Kalau begitu, Engkau ini Anak Allah?" Jawab Yesus: "Kamu sendiri mengatakan bahwa Akulah Anak Allah[1]." Masihkah kamu berkata kepada Dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutus-Nya ke dalam dunia: Engkau menghujat Allah! Karena Aku telah berkata: Aku Anak Allah?[2]

Dalam kitab Wahyu tertulis:
"Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Tiatira: Inilah firman Anak Allah, yang mata-Nya bagaikan nyala api dan kaki-Nya bagaikan tembaga[3]

Pesan yang mau disampaikan oleh sebutan “Anak Allah” adalah Yesus sehakikat dengan Bapa. Yesus adalah Allah yang tampak dalam sejarah, di hadapan seluruh indera manusia. Anda tidak lagi beriman layaknya, seorang yang membeli kucing dalam karung. Anda mengimani Allah yang pernah hadir dalam sejarah manusiawi Anda. Seberapa pun hebatnya seseorang mendeskripsikan seekor kucing yang hendak dijualnya, bahwa si penjual benar-benar menjual seekor kucing, hal semacam itu tinggal tetap pada sebuah deskripsi, yang harus dibuktikan secara empirik. Allahnya orang Kristen bukanlah Allah angan-angan, atau Allah yang dipropagandakan oleh orang lain, atau Allah yang dideskripsikan Akbar oleh seorang manusia. Allahnya orang Kristen adalah Allah yang menyatakan DiriNya di hadapan ribuan saksi mata dalam wujud rupa manusia. Allah yang menyejarah[4].

c. Yesus menyatakan diriNya sebagai Yahwe [Matius 4:1-11]

Yesus dicobai Iblis.

Menurut pengarang Matius, setelah berpuasa empat puluh hari empat puluh malam,  Yesus dicobai oleh Iblis,[5] atau Iblis mencobai Yesus. Penegasan ini penting agar kita dapat memahami sejumlah pernyataan Yesus pada ayat-ayat selanjutnya.

Cobaan pertama:

 "Jika Engkau Anak Allah, perintahkanlah supaya batu-batu ini menjadi roti."  Jawaban Yesus: "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah."[6].

Menarik bahwa pernyataan “Anak Allah yang ke luar dari mulut Iblis, dijawab oleh Yesus: “Manusia hidup….”. Jadi, Anak Allah itu adalah MANUSIA. Perintah Iblis supaya Anak Allah makan roti tentu tidak masuk akal sebab pernyataan Anak Allah mau menegaskan bahwa Yesus adalah Allah. Allah yang adalah Roh tidak mungkin makan roti. Siapakah yang bisa makan roti? Hanya manusia. Sekalipun Yesus adalah manusia, Ia tidak melulu hidup dari roti, tetapi setiap firman yang ke luar dari mulut Allah. Siapakah Allah yang dimaksud oleh Yesus: DiriNya atau Yahwe?. Kalaulah “firman yang ke luar dari mulut Allah” HANYA MELULU ditujukan kepada YAHWE, maka berita dalam Perjanjian Baru, tepatnya keempat Injil tidak tepat sebab keempat Injil nyaris seratus persen memuat pengajaran yang ke luar dari mulut Yesus. Sementara orang-orang Kristen zaman ini justeru mengikuti setiap firman yang keluar dari mulut Yesus. Bukan karena orang Kristen membangkang terhadap Yesus, tetapi justeru karena Dialah yang memerintahkannya[7] Lagi pula, Bapa sendiri meminta para murid untuk mendengarkan Yesus[8] Jadi, secara sangat halus Yesus menyampaikan bahwa Dia adalah Allah. Orang Kristen mengikuti semua perkataan dari mulut Allah, yang tidak lain adalah perkataan yang keluar dari mulut Yesus. Renungkanlah itu!

Cobaan kedua:

 "Jika Engkau Anak Allah, jatuhkanlah diri-Mu ke bawah, sebab ada tertulis: Mengenai Engkau Ia akan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan menatang Engkau di atas tangannya, supaya kaki-Mu jangan terantuk kepada batu." Jawaban Yesus: Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allahmu!" [9]

Pertanyaan kita: siapakah yang sedang dicobai oleh Iblis, Yahwe atau Yesus? Jawabannya jelas: Yesus[10] yang juga diakui oleh penulis Ibrani[11]
Iblis mencobaik Yesus: “Jika Engkau Anak Allah…” Jawaban Yesus sangat jelas: “Jangan engkau mencobai Tuhan Allahmu”. Siapakah yang sedang dicobai? Bukan Yahwe tetapi Yesus. Jika demikian, maka kesimpulannya Yesus menyatakan DiriNya adalah Allah. Dan karena Allah yang menjadi manusia, maka Ia dicobai Iblis.

Cobaan ketiga:

"Semua itu akan kuberikan kepada-Mu, jika Engkau sujud menyembah aku." Jawaban Yesus: "Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!".[12]

Iblis mencobai Yesus: "Semua itu akan kuberikan kepada-Mu, jika Engkau sujud menyembah aku."  Ini adalah cobaan yang paling besar dari Iblis karena berkaitan dengan penyembahan yang hanya dikhususkan bagi Allah?Yahwe semata. Di sini pulalah, Yesus menyampaikan pernyataanNya yang paling tegas, jelas dan lengkap tentang siapa DiriNya: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, HANYA kepada DIA SAJA engkau BERBHAKTI. Lihat dan renungkan!!! Hanya kepada Allah (YHWH) saja engkau berbhakti (menyembah), tetapi YHWH  sendiri justeru mengharuskan para malaikat menyembah Yesus[13] Yesus tidak pernah menolak untuk disembah, juga tidak pernah mengutuk orang yang menyembah Dia[14] sebagaimana Dia mengutuk Iblis yang minta disembah.

Yesus menyatakan Diri Allah.

Uraian-uraian di atas lebih dari cukup untuk membuktikan bahwa Yesus menyatakan DiriNya adalah Allah, Allah yang menjadi manusia. Namun, banyak orang menuntut teks yang secara eksplisit menegaskan  bahwa Yesus menyatakan diriNya adalah Allah: “Aku [Yesus] adalah Allah”. Baiklah kita berkhikmat. Kata “Yahwe” adalah sebuah Nama. Benar bahwa nama itu menyatakan jati diri. Tuntutan bahwa Yesus menyatakan diriNya Yahwe, telah dijawab oleh Yesus sendiri justru melebihi tuntutan tersebut.

Kita semua tahu bahwa kata Allah adalah terjemahan Arab kata Ibrani  Elohim. Sedangkan kata TUHAN adalah terjemahan Indonesia (Melayu) kata Ibrani YAHWE. Jika ada orang yang lebih “mengagungkan” kata Allah daripada  kata Tuhan, maka hal itu tidak lebih dari persoalan rasa budaya bahasa suatu bangsa. Alkitab tidak mendeskripsikan bahwa kata Allah lebih tepat untuk Sang Ada daripada kata Tuhan. Apalagi kalau hanya karena analisis etimologis bahwa di balik kata “Tuhan” terselip juga arti “tuan”. Kalau itu masalahnya, maka dibalik kata “Allah” pun bercokol arti “dewa pagan Arab pra Islam”.

Sang Ada, Pencipta Langit dan Bumi tidak pernah menyatakan bahwa “NamaKu adalah Allah/Elohim”. Kata “Elohim, atau Allah (Arab)” itu justeru dipakai oleh orang Israel/penulis Alkitab PL untuk YHWH/Sang Ada. Inilah hal yang tidak terbayangkan oleh orang-orang yang mengagungkan dan menggunakan kata “Allah” satu-satunya untuk “Sang Ada”. Sang Ada-nya Israel malah tidak pernah merekomendasikan kata Allah (Arab) itu. Siapakah yang dapat membuktikan bahwa saat kali pertama orang Arab pra-Islam menggunakan kata “Allah” adalah untuk Yahwe TUHAN Israel?!!!

Kepada Musa-lah, Sang Ada itu menyatakan siapakah Dia. Dia adalah “AKU ADALAH AKU; AKULAH AKU, sama dengan AKU ADA” Makna dari kata itu ialah  AMBIL BAGIAN, IKUT SERTA dan TERLIBAT AKTIF. Nah, DIA yang terlibat aktif itulah yang kemudian disebut YAHWE/TUHAN.[15] Kalaupun kata “YAHWE” itu telah dikenal oleh orang Israel sebelumnya, tetapi sekurang-kurangnya kata itu mendapat penegasan dan restu langsung dari Sang Ada.

Perhatikan teks Yesaya berikut ini: “Aku ini TUHAN, itulah nama-Ku.[16] Sang Ada tidak pernah mengatakan bahwa “Aku adalah “Allah (dalam pengertian Arab pra-Islam)”. Berkaitan erat dengan pernyataan dalam teks Yesaya itu, maka Yesus dengan tegas menyatakan: “Aku yang adalah TUHAN dan GURUMU[17]

Pertanyaan kita bukan hanya apakah Yesus pernah menyatakan diriNya, Allah/Elohim, atau Yahwe  TETAPI apakah Yesus pernah menyatakan diriNya AKU ADALAH AKU, AKULAH AKU, AKU ADA; kata-kata yang dikemukakan oleh Sang Ada Sendiri?  Ya.!!! Yesus tidak pernah ragu menyatakan dirinya: AKU ADALAH AKU, AKULAH AKU, AKU ADA[18]” 

Perhatikan antara lain, teks-teks berikut ini:
Kitab Pertama Tawarik:

“Dan Aku akan menegakkan dia dalam rumah-Ku dan dalam kerajaan-Ku untuk selama-lamanya dan takhtanya akan kokoh untuk selama-lamanya." [19]

Injil Lukas
Dan Aku menentukan hak-hak Kerajaan bagi kamu, sama seperti Bapa-Ku menentukannya bagi-Ku, bahwa kamu akan makan dan minum semeja dengan Aku di dalam Kerajaan-Ku dan kamu akan duduk di atas takhta untuk menghakimi kedua belas suku Israel[20]

Injil Yohanes

Jawab Yesus: "Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini; jika Kerajaan-Ku dari dunia ini, pasti hamba-hamba-Ku telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi, akan tetapi Kerajaan-Ku bukan dari sini[21]."

Bagaimana ketiga teks tersebut justru menunjuk kepada ke-Allah-an Yesus?

Dengan membaca teks Tawarik, kita menyimpulkan bahwa Allah memiliki kerajaan, kerajaan-Ku sama dengan Kerajaan Allah.

Dengan membaca teks Lukas, kita mendapat kesan bahwa Bapalah yang menentukan hak kerajaan bagi Yesus. Kesan seperti itu dapat dimengerti. Yang perlu diperhatikan adalah nama gelar kerajaan itu menyatakan nama, gelar pemiliknya. “Sama seperti Bapa-Ku menentukannya bagi-Ku”Artinya, kerajaan yang ditentukan bagi Yesus itu adalah kerajaan Allah. Pemiliknya adalah Dia yang disebut Allah/Yahwe. Kerajaan Yahwe/Allah itu disebut oleh Yesus sebagai “Kerajaan-Ku”!!! “Kamu makan dan minum semeja dengan Aku di dalam KerajaanKu”.  Nah, “Kerajaan Allah” = Kerajaan-Ku [Yesus]. Jadi, Yesus adalah Allah.

Dalam Injil Matius dikatakan: “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu[22]. Kata “Kebenaran” mengingatkan kita pada pernyataan Yesus dalam bagian Injil Yohanes: “Akulah jalan kebenaran dan hidup[23]” Jadi, Yesus menegaskan bahwa DiriNya adalah Allah.

Nah, “Kerajaan Allah” adalah KerajaanKu [Yesus], atau KerajaanKu adalah Kerajaan Allah. Jadi, Yesus adalah Allah.

d. Akulah Dia Yahwe

Jawab Yesus: "Akulah Dia, dan kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di tengah-tengah awan-awan di langit." [24]

Perkataan Yesus ini, Ia ambil dari Daniel 7:13.  Daniel mengidentifikasi bahwa dia yang datang di tengah awan-awan di langit itu ialah seorang seperti anak manusia. Siapakah namanya? Pertanyaan ini dijawab secara sempurna oleh Pemazmur.

“Bernyanyilah bagi Allah, mazmurkanlah NamaNya, buatlah jalan bagi Dia yang berkendaraan melintasi awan-awan! NamaNya ialah YAHWE (TUHAN); beria-rialah dihadapanNya[25].”

Menarik bahwa nama dari Dia yang melintasi awan-awan itu bukan Elohim (Allah), tetapi YAHWE, TUHAN. Mengingat semuanya ini, kita dapat mengerti mengapa Yesus tidak pernah secara hurufiah menyatakan diriNya: “Aku adalah Allah”, tetapi “Aku adalah YAHWE, TUHAN”, tepatnya “Aku yang adalah Tuhan”.[26] Yesus tidak mau kita terpeleset dengan kata Elohim, yang kerap dipakai juga untuk allah karikatur[27]

Maka Yesus berkata pula kepada orang banyak, kata-Nya: "AKULAH TERANG dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup[28]."  Perkataan Yesus ini diambil dari kitab Mazmur “YAHWE (TUHAN) ADALAH TERANG.[29]

Jadi, ini menegaskan bahwa pada dasarnya, klaim Yesus merupakan penyataan DiriNya: siapakah Dia? Dia adalah YAHWE (TUHAN).

Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya; … Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku[30]”.

Perkataan Yesus ini menyingkap keyakinan Yakub[31] dan Daud[32] bahwa TUHAN adalah Gembala. Jika Yesus tahu bahwa YAHWELAH  GEMBALA, tetapi Dia tegas menyatakan bahwa “AKULAH GEMBALA”, bahkan GEMBALA YANG BAIK”, hal itu mengandaikan bahwa DIA adalah TUHAN yang sama dengan YAHWE.

 “Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan…bahwa Akulah Dia[33]”. 

Marilah kita berhikmat, sebab

“haruslah engkau insaf, bahwa TUHAN, ALLAHMU, MENGAJARI engkau seperti seseorang mengajari anaknya.[34]

Yesus secara gamblang menyetujui sebutan para murid atas diriNya: Guru dan Tuhan. Jika Yesus bukan YAHWE, tentulah Ia menghindari sebutan tersebut agar para muridNya tidak mengingkari  fakta bahwa YAHWE tidak lagi memerlukan seorang guru untuk mengajar[35] Oleh karena Yesus menyetujui gelar (Guru) yang diberikan para muridNya, maka itu berarti Ia mengakui DiriNya sebagai YAHWE, sebab hanya Yahwe yang mengajar dan tidak memelurkan guru yang lainnya.

Selanjutnya,
 “Dan anak-anaknya akan Kumatikan dan semua jemaat akan mengetahui, bahwa Akulah yang menguji batin dan hati orang, dan bahwa Aku akan membalaskan kepada kamu setiap orang menurut perbuatannya.[36]” 

Pernyataan Yesus ini itu mengesankan. Bandingkan pernyataan Yahwe dalam kitab Yeremia berikut ini:

 “Aku, TUHAN yang menyelidiki hati, yang menguji batin, untuk memberi balasan kepada setiap orang setimpal dengan tingkah dan langkahnya, setimpal dengan hasil perbuatannya[37]”.

Pernyataan ini tidak cukup dimengerti hanya karena Yesus telah diberi kuasa oleh BapaNya[38] sebab Bapa tetap berkuasa sampai sekarang. Hal itu hanya mungkin dipahami bahwa terdapat kesetaraan antara Bapa dan Yesus.[39] Masih begitu banyak teks lain yang membuktikan bahwa Yesus menyatakan diriNya YAHWE TUHAN.


e. Lagi-lagi Yesus menyatakan DiriNya adalah YAHWE

Injil Yohanes mencatat perkataan Yesus “Aku dan Bapa adalah satu."[40]  Banyak diskusi atau debat, persisnya penyangkalan dari kelompok anti ke-Allah-an Yesus. Menurut kaum Unitarian:

“Aku dan Bapa adalah satu” artinya Yesus bersatu dengan Bapa dan bukan sama dengan Bapa. “Ber-satu”, satu pekerjaan[41] satu visi, satu spirit, satu hati satu pikir bukan satu hakikat! Bersatu dengan Yesus bukan menjadi Yesus, bersatu dengan Allah, bukan menjadi Allah sejati”!

Jawab

Reaksi orang-orang zaman ini memang lain. Pertama-tama mereka menolak ke-Allah-an Yesus karena isi keyakinan mereka adalah Yesus tidak pernah mengakui DiriNya sebagai Allah. Sebaliknya, orang-orang Yahudi menolak ke-Allah-an Yesus karena Yesus mengaku DiriNya adalah Allah. Sama-sama menolak ke-Allah-an Yesus, tetapi alasannya saja yang berbeda. Renungkan dan perhatikan reaksi orang-orang Yahudi terhadap pernyataan Yesus:  

"Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diri-Mu dengan Allah[42]"

Orang-orang Yahudi paham dan sangat mengerti bahwa Yesus sedang mengakui DiriNya adalah Allah. Jika tidak demikian, mustahil mereka mau melempari Yesus dengan batu. Ketika jiwa sedang diancam secara demikian,  padahal Yesus tidak bermaksud mengakui DiriNya sebagai Allah, maka sangat masuk akal kalau Yesus meluruskan pernyataanNya. Nyatanya, hal itu tidak Yesus lakukan. Tidak ada satu pun ayat dimana Yesus memperbaiki pernyataanNya. Yesus juga TIDAK PERNAH menyatakan “AKU BUKAN ALLAH” hanya orang yang anti Yesus saja yang pernah menyatakannya. Kesimpulannya: Yesus benar-benar bermaksud menyamakan DiriNya dengan Allah. 

 “Sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada."  Perkataan “Aku telah Ada”, itu sama artinya: “AKU ADALAH AKU ADA (=YHWH)[43]

Perkataan Yesus ini membuat orang Yahudi geram. Perhatikan laporan Alkitab mengenai rekasi orang Yahudi:

 “Lalu mereka mengambil batu untuk melempari Dia; tetapi Yesus menghilang dan meninggalkan Bait Allah[44].”

Mengapa orang Yahudi sedemikian nekat? Bagi mereka, perkataan Yesus itu berarti menghujat Allah. Siapa saja yang menghujat Allah, maka hukumannya tidak tanggung-tanggung: dirajam sampai mati. Pengakuan para musuh Yesus ini menambah bobot kebenaran perkara ini. Artinya Yesus benar-benar menyatakan DiriNya sebagaimana dipahami oleh orang Yahudi: Yesus menyamakan diriNya dengan Yahwe. Sayangnya orang Yahudi tidak dapat menerima dan percaya atas perkataan Yesus itu, sama seperti sebahagiaan dari orang-orang zaman sekarang.

f. Lihat juga Teks-teks Berikut ini:

Dalam kitab Wahyu, malaikat menginstruksikan Rasul Yohanes untuk hanya menyembah kepada Allah[45] Tetapi beberapa kali dalam Alkitab Yesus menerima penyembahan[46] Dia tidak pernah menegur orang-orang yang menyembah Dia. Kalau Yesus bukan Allah, Dia pasti melarang orang-orang menyembahNya, sama seperti  malaikat dilarang disembah oleh Yohanes[47] Yesus juga pasti tahu betul larangan menyembah selain Allah dalam Keluaran 20:4-5 dan Ulangan 5:7-9

Di satu pihak,  semua manusia di bumi rusak, pembohong, berdosa[48] Di pihak lain, hanya Allah yang dapat mengampuni dosa[49] Sementara, orang berdosa tidak dapat melihat Allah kecuali mereka yang suci hatinya.[50] Jadi, manusia tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri. Kita sadar bahwa hanya Allah saja yang memungkinkan kita dapat menghampiri tahtaNya. Oleh kehendak dan cintaNya kepada kita, maka Dia datang ke dunia.  Sesuatu yang tidak masuk di akal pikiran manusia daging. Dia yang Mahabijaksana datang dan mengambil rupa manusia, bahkan rupa hamba. Sebab kita ini adalah manusia dan hamba. Dengannya kita mengerti, Dia yang tak terjangkau, Dia yang ajaib, Dia yang mahadasyat kini hadir menyertai kita dan sedang mengantar kita menuju rumahNya. Karena kini Dia telah menjadi manusia, maka untuk menebus dosa kita, Ia memakai cara-cara manusiawi kita. Sekali lagi, maksudnya ialah supaya kita mengerti, supaya kita tahu, supaya kita merasakan dan supaya kita mengalami Allah yang kita imani. Kita dapat mengalamiNya dengan seluruh kemanusiaan kita. Kalaulah dia yang menebus dosa kita hanyalah manusia seperti kita, maka hal itu tidak mungkin sebab manusia pada dasarnya kita manusia tidak dapat menolong dan menebus dosanya sendiri.[51] Hanya Allah yang sanggup menanggung dosa seisi dunia ini.[52] Karena dosa yang begitu besar dan berat, Allah yang menjadi manusia itu mati untuk dosa kita.[53] Perhatikan perkataan dalam Ibrani berikut ini:

 Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut[54]

Pernyataan ini menegaskan sesuatu hal yang berbeda bahwa Yesus tidak sama dengan manusia. Karena tidak sama dengan manusia, maka Ia (Yesus) MENJADI (pergerakan/perubahan ke bentuk yang lain) sama dengan manusia (darah dan daging). Perubahan dari tidak sama menjadi sama, paling sedikit mengambil bagian dalam kemanusiaan kita.

 “Dan supaya dengan jalan demikian Ia membebaskan mereka yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut[55].”.

Apakah untuk menyelamatkan manusia, Allah harus menjadi manusia terlebih dahulu? Jawabannya: YA. Itu cara yang paling baik. Itu adalah rancangan Allah dan bukan rancangan manusia.

 “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku,…Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu…firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya[56].

 Kita tidak dapat memaksakan kehendak kita kepada kehendak Allah. Renungkanlah ayat berikut ini:

 “Itulah sebabnya, maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudara-Nya, supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa.  Sebab oleh karena Ia sendiri telah menderita karena pencobaan, maka Ia dapat menolong mereka yang dicobai[57].” 

Jika ada seorang anak kecil yang tiba-tiba jatuh ke dalam sumur berlumpur yang dalam, maka anak kecil itu pasti tidk mampu menolongnya. Kata-kata anda pun tidak lagi bermanfaat baginya.  Cara satu-satunya yang paling efektif ialah diri anda sendiri. Anda harus menceburkan diri ke dalam sumur itu  sebab dia tidak dapat memegang kata-kata anda, tetapi dia butuh tangan anda. Bahkan manakala anak itu tidak lagi dapat memegang apa pun, maka anda yang harus memegang tangannya dan menarik dia dari sana. Anda harus turun ke dalam lumpur itu.  Anda dapat mengangkat dan menggendongnya serta membawanya ke tempat yang aman. Kita ini lebih kecil dari seorang anak kecil, sering jatuh dan jatuh lagi ke dalam lumpur yang kotor, kerapuhan karena dosa. Tuhan tahu bagaimana caranya menyelamatkan kita. Dia tidak mau menggunakan cara kunfayakun, bimsalabim, (seperti kebiasaan tukang sulap), atau apa pun namanya. Bahkan Dia tidak mempercayakan firmanNya kepada apa yang tidak kekal. Dia menyampaikan firmanNya kepada kita dengan menjadi sama dengan kita. Dan itu adalah cara yang paling tepat sesuai dengan kemanusiaan kita.  “Untuk selama-lamanya, ya TUHAN, firman-Mu tetap teguh di sorga.[58] Tetapi Firman yang tetap teguh di sorga itu “telah menjadi manusia dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.[59]  
Jadi, seluruh uraian di atas memastikan bahwa Yesus menyatakan diriNya adalah Allah (yang menjadi manusia) dan karena Dia, anda dan saya memiliki pengharapan akan keselamatan dan hidup yang kekal.


Yesus adalah Allah buatan Konsili Gereja Katolik

Orang-orang modern kerap juga beranggapan bahwa Ke-Allah-an Yesus adalah buatan Konsili Nicea tahun325 atas perintah Kaisar Konstantin.


Jawab

Anggapan itu tidak dapat dibenarkan karena fakta sejarah menyangkalnya, antara lain:

1.    Ini mustahil. Manusia tidak mungkin bisa mengubah manusia menjadi Tuhan/Allah
2.    Tuhan bisa membuat diriNya menjadi manusia sebab Tuhan Mahakuasa
3.    Ajaran dan iman Katolik bersumber pada Allah Tritunggal yang berpusat pada Kristus bukan pada konsili Nicea dan perintah kaisar Konstantine
4.    Yesus adalah Allah yang menjadi manusia. Peristiwa itu disebut inkarnasi.
5.    Inkarnasi adalah tindakan ajaib Tuhan dan teragung dan terbesar karena didorong oleh cintaNya yang luar biasa kepada manusia.
6.    Inkarnasi adalah bukti kuat bahwa Allah Mahakuasa dan mahasempurna dalam tindakanNya. Jika kita percaya bahwa Allah mahakuasa dan mahasempurna, maka Dia mahakuasa MAMPU menjadi manusia.
7.    Inkarnasi adalah peristiwa Allah memasuki sejarah umat manusia. Kenyataan ini tidak ditemukan dalam ajaran agama non Alkitab.
8.    Ketetapan konsili Nicea bukanlah upaya mengangkat atau membuat Yesus menjadi Tuhan dan Allah, tetapi menegaskan kembali apa yang telah ditulis dalam Alkitab. Dengan itu Gereja mendefinisikan dirinya berbeda dari agama lainnya.
Jadi, Ke-Allah-an Yesus adalah Allah yang menjadi manusia [inkarnasi]

Bapa-bapa Gereja sebelum konsili Nicea tahun 325 itu telah mengimani bahwa Yesus adalah Tuhan dan Allah. 

a.           St. Ignatius dari Anthiokia (110 AD). 
“…. ditakdirkan dari sepanjang abad untuk sebuah kemuliaan yang tidak berkesudahan dan tak berubah, disatukan dan dipilih melalui penderitaan yang nyata oleh kehendak Bapa di dalam Kristus Yesus, Tuhan kita[60]  “Karena Tuhan kita, Yesus Kristus, dikandung oleh Maria, sesuai dengan rencana Tuhan: dari keturunan Daud, memang benar, namun juga dari Roh Kudus.[61] “kepada Gereja yang dikasihi dan diterangi oleh kasih dari Yesus Kristus, Tuhan kita, dengan kehendak-Nya.[62]  “Allah sendiri dimanifestasikan dalam bentuk manusia[63]

b.           St. Irenaeus (140 AD).

“….dan kebangkitan kembali semua badan dari seluruh umat manusia, sehingga kepada Yesus Kristus, Tuhan dan Allah dan Penyelamat dan Raja…[64]  Engkau akan mengikuti satu-satunya guru yang benar dan dapat diandalkan, Sabda Allah, Yesus Kristus, Tuhan kita, dimana, karena kasih-Nya yang begitu besar, menjadi seperti kita [manusia], sehingga Dia dapat membawa kita kepada sebagaimana adanya Dia.”[65]

c.            St. Clement (150 AD)

“Sudah sepantasnya engkau berpikir bahwa Kristus adalah Allah”[66]

d.           St Yustinus Martir (160 AD)

“Bapa alam semesta memiliki seorang Putera. Dan Dia juga Allah”. [67]

e.           Tertullianus (210 AD).

“…Asal dari dua hakekatnya [Yesus] menunjukkan bahwa Dia [Yesus] sebagai manusia dan Tuhan.[68], “Kristus adalah Allah kita”[69]

f.             Origenes (225 AD). 
“Walaupun Dia [Jesus] adalah Tuhan, Dia telah mengambil tubuh; dan menjadi manusia, Dia [Jesus] tetap sebagai Tuhan.”[70]  “Tak seorang pun perlu merasa terhina karena Juruselamat juga adalah Allah”[71]

g.            Novatius (235 AD)
“Dia bukan sekadar manusia, tetapi juga Allah”[72]

h.           Cyprianus dari Kartago (253 AD)

“Barang siapa menyangkal bahwa Kristus adalah Tuhan tidak dapat menjadi bait-Nya [bait Roh Kudus]”.[73]

“Yesus Kristus, Tuhan dan Allah kita”[74]

i.             Lactantius (304).

“Kita percaya Dia [Yesus] adalah Allah”[75]

j.            Arnobius dari Sicca (305 AD).

“… beberapa orang geram, marah, dan bergejolak, dan berkata “Apakah Kristus adalah Tuhanmu?” “Memang Dia adalah Tuhan,” kita harus menjawab, “dan Tuhan di dalam kekuatan yang tersembunyi.”[76] 

9.    Konsili Nicea HANYA merumuskan iman Alkitabiah dan Bapa-bapa Gereja awal sebagai berikut:

“We believe in one Lord, Jesus Christ, the only-begotten Son of God, God from God, light from light, true God from true God, begotten, not made, one in being with the Father. Through him all things were made” (Creed of Nicaea)

“Kami percaya akan satu Allah, Yesus Kristus, Putera Allah yang Tunggal, Alllah dari Allah, Terang dari Terang, Allah Benar dari Allah Benar, dilahirkan bukan dijadikan, sehakekat dengan Bapa, Segala sesuatu dijadikan oleh-Nya.“

Jadi, jelaslah bawa Yesus tidak dijadikan Tuhan oleh konsili Nikea pada tahun 325, namun Yesus sendiri adalah Tuhan, dan Alkitab, Para Rasul serta Gereja perdana memberi kesaksian tentang hal itu.









[1] Lukas 22:70, lihat juga Matius 27:43, Yohanes 5:27, 11:4, 10:36
[2] Yohanes 10:36
[3] Wahyu 2:18
[4] Lih Yes 52:8
[5] Matius 4:1-2
[6] Matius 4:3-4
[7] Yohanes 14:23
[8] Matius 17:5
[9] Matius 4:6-7
[10] Mat 4:1
[11]Ibrani 2:18, 4:15
[12] Matius 4:9-10
[13] Ibrani 1:6
[14] Matius 8:2
[15] Keluaran 3:13-15
[16] Yesaya 42:8
[17]Yoh 13:14
[18] Lihat Matius 27:43, Markus 14:62, Wahyu 1:8.17.26,22:13
[19] 1Tawarik 17:14
[20] Lukas 22:29-30
[21] Yohanes 18:36
[22] Matius 6:33
[23] Yohanes 14:16
[24] Markus  14:62
[25] Mzr 68:5
[26] Yohanes 13:14
[27] Ulangan 6:14
[28] Yohanes  8:12
[29] Mazmur 27:1
[30] Yohanes  10:11.14 
[31] Kejadian 48:15
[32] Mazmur 23:1
[33] Yohanes  13:13.19
[34] Ulangan 8:5
[35] Yeremia 31: 33-34
[36] Wahyu  2:23
[37] Yeremia 17:10
[38] Matius 28:18
[39] Filipi 2:6
[40] Yohanes 10:30
[41] Yohanes 10:25
[42]Yohanes 10:33
[43] Yohanes 8:58 
[44] Yoh 8:59
[45] Wahyu 19:10
[46] Matius 2:11; 14:33; 28:9, 17; Lukas 24:52; Yohanes 9:38
[47] Wahyu 19:10
[48] Kejadian 6:12, Mazmur 116:11, Roma 3:4
[49] Markus 2:7
[50] Matius 5:8
[51] 1 Yohanes 2:2
[52] 2Korintus 5:21
[53] 1 Petrus 3:18
[54] Ibrani 2:14
[55] Ibrani 2: 15
[56] Yes 55:8-11
[57] Ibrani 2:17-18
[58] Mazmur 119:89
[59] Yohanes 1:14
[60] St. Ignatius dari Anthiokia (110 AD),  “Letter to the Ephesians 1” dlm  William A. Jurgens, Faith of the Early Fathers: Three-Volume Set: Vol.1, Liturgical Press, 1980 hlm. 17
[61]Ibid, “Letter to the Ephesians 18,2”, hlm 18.
[62] Ibid, Letter to the Romans, 1, hlm.21
[63] Di kutip dari James L. Garlow dan Peter Jones, Cracking Da Vinci’s Code [edisi Indonesia], Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2005, hlm.91
[64] St. Irenaeus (140 AD), Against Heresies, 1,10,1,  dlm  William A. Jurgens, Faith of the Early Fathers: Three-Volume Set: Vol.1, Liturgical Press, 1980 hlm. 84-85 -
[65] Ibid, Against Heresies, 5, Preface, hlm. 99 .
[66] James L. Garlow dan Peter Jones, Ibid, hlm.91
[67] Idem
[68] Tertullianus (210 AD). “The Flesh of Christ, 5:7”, dlm  William A. Jurgens, Faith of the Early Fathers: Three-Volume Set: Vol.1, Liturgical Press, 1980 hlm. 146
[69]J ames L. Garlow dan Peter Jones, Ibid, hlm.91
[70] Origenes (225 AD). “The Fundamental Doktrines, 1 Preface, 4” dlm  William A. Jurgens, Faith of the Early Fathers: Three-Volume Set: Vol.1, Liturgical Press, 1980 hlm. 191
[71] James L. Garlow dan Peter Jones, Ibid, hlm.91
[72] Idem
[73] Cyprianus dari Kartago (253 AD). “Letter of Cyprian to Jubaianus, 73,12” dlm  William A. Jurgens, Faith of the Early Fathers: Three-Volume Set: Vol.1, Liturgical Press, 1980 hlm.238 -
[74] J ames L. Garlow dan Peter Jones, Ibid, hlm.91
[75] Idem
[76] Arnobius dari Sicca (305 AD). “Against the Pagans, 1, 42” dlm  William A. Jurgens, Faith of the Early Fathers: Three-Volume Set: Vol.1, Liturgical Press, 1980 hlm.262