Bunda Maria


Memahami Dogma SP Maria Diangkat ke Surga
oleh: P. William P. Saunders *
Seorang teman Protestan mempertanyakan keyakinan kita, umat Katolik, mengenai Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga.
~ seorang pembaca di Sterling

Berbicara kepada khalayak gembira berjumlah lebih dari 500,000 orang yang memadati St Peter's Square, Paus Pius XII dengan khidmad memaklumkan dalam Munificentissimus Deus tanggal 1 November 1950, bahwa “Bunda Allah yang Tak Bernoda Dosa, Maria yang tetap perawan selamanya, sesudah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia, diangkat memasuki kemuliaan di surga beserta badan dan jiwanya.” Walau definisi khidmad baru dimaklumkan pada pertengahan abad keduapuluh, keyakinan akan Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga menunjukkan dinamisme pewahyuan dan pemahaman Gereja yang terus-menerus mengenainya seperti dibimbing oleh Roh Kudus.

Memang, kata “Diangkat ke Surga” tidak ada dalam Kitab Suci. Sebab itu, banyak kaum fundamentalis yang menafsirkan Kitab Suci secara harafiah akan mengalami kesulitan dalam memahami keyakinan ini. Namun demikian, pertama-tama kita patut berdiam diri dan merenungkan peran Bunda Maria dalam misteri keselamatan, sebab inilah yang menjadi dasar dari keyakinan Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga.

Kita percaya teguh bahwa sejak dari awal mula perkandungannya, karena kasih karunia istimewa dari Allah Yang Mahakuasa, Maria bebas dari segala noda dosa, termasuk dosa asal. Malaikat Agung St Gabriel mengenali Maria sebagai “penuh rahmat,” “terpuji di antara perempuan,” dan “bersatu dengan Tuhan.” Maria telah dipilih untuk menjadi Bunda Juruselamat kita. Dari kuasa Roh Kudus, ia mengandung Tuhan kita, Yesus Kristus, dan melalui dia, sungguh Allah menjadi juga sungguh manusia, “Sabda itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita” (Yoh 1:14).

Sepanjang masa hidupnya, walau catatan dalam Injil amat terbatas, Maria senantiasa menghadirkan Tuhan kita kepada yang lain: kepada Elisabet dan puteranya, Yohanes Pembaptis, yang melonjak kegirangan dalam rahim ibundanya atas kehadiran Tuhan yang masih berada dalam rahim BundaNya; kepada para gembala yang sederhana dan juga kepada para majus yang bijaksana; pula kepada warga Kana ketika Tuhan kita meluluskan kehendak BundaNya dan melakukan mukjizat-Nya yang pertama. Terlebih lagi, Maria berdiri di kaki salib bersama Putranya, memberi-Nya dukungan dan berbagi penderitaan dengan-Nya lewat kasihnya seperti yang hanya dapat diberikan oleh seorang ibunda. Dan akhirnya, Maria ada bersama para rasul pada hari Pentakosta ketika Roh Kudus turun dan Gereja dilahirkan. Sebab itu, masing-masing dari kita dapat melihat serta merenungkan Maria sebagai hamba Allah yang setia, yang ikut ambil bagian secara intim dalam kelahiran, kehidupan, wafat dan kebangkitan Tuhan kita.

Suatu bukti penting lainnya dalam Kitab Suci yang menegaskan Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga, dapat ditemukan dalam Kitab Wahyu, “Maka tampaklah suatu tanda besar di langit: Seorang perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya” (12:1). Ayat ini merupakan bagian dari bacaan pertama dalam Misa Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga. Kendati aspek kronologis dari teks, Gereja telah menafsirkan ayat ini sebagai menunjuk kepada Bunda Maria yang telah diangkat ke dalam kemuliaan surga dan dimahkotai sebagai Ratu Surga dan Bumi, dan sebagai Bunda Gereja.

Karena alasan-alasan ini, kita percaya bahwa janji Tuhan yang diberikan kepada setiap kita akan keikutsertaan dalam hidup yang kekal, termasuk kebangkitan badan, digenapi dalam diri Maria. Sebab Maria bebas dari dosa asal dan segala konsekuensinya (salah satunya adalah kerusakan badan setelah kematian), sebab ia ikut ambil bagian secara intim dalam hidup Tuhan dan dalam sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya, dan sebab ia ada saat Pentakosta, maka model dari pengikut Kristus ini sungguh pantas ikut ambil bagian dalam kebangkitan badan dan kemuliaan Tuhan di akhir hidupnya. (Patut dicatat bahwa definisi khidmad tersebut tidak menjelaskan apakah Maria wafat secara fisik sebelum diangkat ke surga atau langsung diangkat ke surga; hanya dikatakan, “Maria, sesudah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia ….”) Katekismus, dengan mengutip Liturgi Byzantine, memaklumkan, “Terangkatnya Perawan tersuci adalah satu keikutsertaan yang istimewa pada kebangkitan Putranya dan satu antisipasi dari kebangkitan warga-warga Kristen yang lain. `Pada waktu persalinan engkau tetap mempertahankan keperawananmu, pada waktu meninggal, engkau tidak meninggalkan dunia ini, ya Bunda Allah. Engkau telah kembali ke sumber kehidupan, engkau yang telah menerima Allah yang hidup dan yang akan membebaskan jiwa-jiwa kami dari kematian dengan doa-doamu'” (No 966).

Secara ringkas, Konstitusi Dogmatis tentang Gereja dari Konsili Vatikan Kedua mengajarkan, “Akhirnya Perawan tak bernoda, yang tidak pernah terkena oleh segala cemar dosa asal, sesudah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia, telah diangkat melalui kemuliaan di surga beserta badan dan jiwanya. Ia telah ditinggikan oleh Tuhan sebagai Ratu alam semesta, supaya secara lebih penuh menyerupai Putranya, Tuan di atas segala tuan, yang telah mengalahkan dosa dan maut” (No 59).

Keyakinan akan Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga telah lama ada dalam Gereja kita. Kita patut ingat bahwa Gereja Perdana disibukkan dengan menanggapi pertanyaan-pertanyaan seputar Kristus, teristimewa Inkarnasi-Nya dan persatuan hipostatik-Nya (persatuan ke-Allah-an dan kodrat manusiawi-Nya). Namun demikian, dalam membahas pertanyaan-pertanyaan ini, Gereja secara perlahan-lahan memaklumkan gelar-gelar bagi Maria sebagai Bunda Allah dan sebagai Hawa Baru, pula keyakinan akan Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa, yang kesemuanya itu merupakan dasar dari Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga.

Dalam Munificentissimus Deus, Paus Pius XII menyebutkan banyak Bapa Gereja dalam usaha menelusuri tradisi yang telah lama ada sehubungan dengan SP Maria Diangkat ke Surga - beberapa di antaranya St Yohanes Damaskus, St Andreas dari Crete, St Modestus dari Yerusalem dan St Gregorius dari Tours. Uskup Theoteknos dari Livias (± 550-650) menyampaikan salah satu dari khotbah awali yang paling mendalam mengenai SP Maria Diangkat ke Surga, “Sebab Kristus mengambil kemanusiaan-Nya yang tak bernoda dari kemanusiaan Maria yang tak bernoda; dan apabila Ia telah mempersiapkan suatu tempat di surga bagi para rasul-Nya, betapa terlebih lagi Ia mempersiapkannya bagi BundaNya; jika Henokh telah diangkat dan Elia telah naik ke surga, betapa terlebih lagi Maria, yang bagaikan bulan bercahaya cemerlang di antara bintang-bintang dan mengungguli segala nabi dan rasul? Sebab bahkan meski badannya yang mengandung Tuhan merasakan kematian, badan itu tidak mengalami kerusakan, melainkan dipelihara dari kerusakan dan cemar dan diangkat ke surga dengan jiwanya yang murni dan tak bercela.”

St Yohanes Damaskus (wafat 749) juga menuliskan suatu kisah yang menarik sehubungan dengan SP Maria Diangkat ke Surga, “St Juvenal, Uskup Yerusalem, dalam Konsili Kalsedon (451), memberitahukan kepada Kaisar Marcian dan Pulcheria, yang ingin memiliki tubuh Bunda Allah, bahwa Maria wafat di hadapan segenap para rasul, tetapi bahwa makamnya, ketika dibuka atas permintaan St Thomas, didapati kosong; dari situlah para rasul berkesimpulan bahwa tubuhnya telah diangkat ke surga.” Secara keseluruhan, para Bapa Gereja membela dogma SP Maria Diangkat ke Surga dengan dua alasan: Sebab Maria bebas dari noda dosa dan tetap perawan selamanya, ia tidak mengalami kerusakan badan, yang adalah akibat dari dosa asal, setelah wafatnya. Juga, jika Maria mengandung Kristus dan memainkan peran yang akrab mesra sebagai BundaNya dalam penebusan manusia, maka pastilah juga ia ikut ambil bagian badan dan jiwa dalam kebangkitan dan kemuliaan-Nya.

Kaisar Byzantine Mauritius (582-602) menetapkan perayaan Tertidurnya Santa Perawan Maria pada tanggal 15 Agustus bagi Gereja Timur. (Sebagian ahli sejarah menyatakan bahwa perayaan ini telah tersebar luas sebelum Konsili Efesus pada tahun 431.) Pada akhir abad keenam, Gereja Barat juga merayakan SP Maria Diangkat ke Surga. Sementara Gereja pertama-tama menekankan wafat Maria, secara perlahan-lahan terjadi pergeseran baik dalam gelar maupun substansinya, hingga pada akhir abad kedelapan, Sacramentarium Gregorian memiliki doa-doa bagi perayaan Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga.

Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga memberikan kepada masing-masing kita pengharapan besar sementara kita merenungkan satu sisi ini dari Bunda Maria. Maria menggerakkan kita dengan teladan dan doa agar bertumbuh dalam rahmat Tuhan, agar berserah pada kehendak-Nya, agar mengubah hidup kita melalui kurban dan penitensi, dan mencari persatuan abadi dalam kerajaan surga. Pada tahun 1973, Konferensi Waligereja Katolik dalam surat “Lihatlah Bundamu” memaklumkan, “Kristus telah bangkit dari mati; kita tidak membutuhkan kepastian lebih lanjut akan iman kita ini. Maria diangkat ke surga lebih merupakan suatu pengingat bagi Gereja bahwa Tuhan kita menghendaki agar mereka semua yang telah diberikan Bapa kepada-Nya dibangkitkan bersama-Nya. Dalam Maria diangkat ke dalam kemuliaan, ke dalam persatuan dengan Kristus, Gereja melihat dirinya menjawab undangan dari Mempelai surgawi.”

* Fr. Saunders is pastor of Our Lady of Hope Church in Potomac Falls and a professor of catechetics and theology at Notre Dame Graduate School in Alexandria.
sumber : “Straight Answers: Understanding the Assumption” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2004 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; www.catholicherald.com
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.”

8 komentar:

  1. Bagi banyak orang masa kini, mungkin tersirat gagasan, seakan-akan ajaran mengenai ‘Santa Maria diangkat ke surga’ itu relatif masih baru. Memang rumusan resminya baru diungkap sebagai dogma Gereja oleh Paus Pius XII pada tahun 1950[1] setelah semua Uskup dimintai pendapat dengan surat tanggal 1 Mei 1946. Namun tradisi dan ajaran mengenai ‘Pengangkatan Maria ke surga” sudah berusia tua sekali. Sudah sejak abad 8 umat kristiani merayakan pesta Maria diangkat ke Surga.[2]

    Tampaknya Maria meninggal dalam situasi privat sekali. Berbeda dengan Anaknya yang meninggal di tengah orang banyak. “Maria, bunga bakung firdaus, meninggal di tengah bunga-bunga yang tumbuh bersertanya”. Keberangkatannya tidak diseru-serukan di dunia. Gereja memang sibuk dengan pengutusan hariannya: mewartakan Kabar Anak Maria, menderita, dikejar-kejar. Pada suatu waktu di antara mereka rupanya beredar kabar bahwa Maria sudah tidak di antara mereka lagi. Mereka mencari-cari tempat Maria dikuburkan, peninggalannya dst. Tidak jelas apakah di Ephesus? Di Yerusalem? Kabar simpang siur; pun kalau orang modern memasang Maria di mana-mana untuk mendapat keuntungan keuangan. Sebenarnya tak seorang pun pernah menemukan makamnya. Ada pula kabar yang mengatakan bahwa pada waktu tertentu para Rasul berkumpul di sekitar Bunda Yesus, yang sudah lemah sekali. Namun ditradisikan bahwa Maria tidak disimpan dalam kubur; ia diangkat ke surga oleh Anaknya.”[3]

    Orang pertama yang tercatat mempermasalahkan tubuh Maria adalah St. Epiphanius. Ia menjadi Uskup pada abad 4.

    Alkitab tidak mengatakan bahwa Maria tetap tinggal di rumah Yohannes sesudah dialog di salib. Tampaknya, seperti dalam Injil, Maria memang mengambil posisi ‘diam’ dan ‘mengunyah segalanya dalam hati’. Mungkin juga Wahyu 12: 13 memperlihatkan Maria dilepaskan dari genggaman maut.

    BalasHapus
  2. St. Johannes dari Damaskus sudah menyusun suatu kotbah bagus mengenai Maria diangkat ke surga. Sejak pertengahan abad 5 sudah ada kalangan kristiani luas yang merayakan pesta dengan sebutan “Peringatan Bunda Allah” pada tanggal 15 Agustus. Tempatnya di suatu tempat jiarah dekat Yerusalem. Pada akhir abad 6 pesta tersebut khususnya untuk mengenangkan akhir kehadiran Maria di dunia: hari Maria dipanggil kembali kepada Bapa. Pada abad 8 Paus Sergius membawa pesta itu ke Roma bersama dengan 3 pesta lain yang berkaitan dengan Maria. Dari Roma pesta itu menyebar ke seluruh Eropa. Pada akhir abad 8, Paus Adrianus memberinya nama Pesta Maria diangkat ke surga. Pada tahun 1169 Paus Alexander III menulis “Maria dikandung tanpa noda, melahirkan tanpa sakit dan berangkat lagi ke surga tanpa mengalami pembusukan kuburan: jadi memperlihatkan – sesuai dengan kata-kata malaikat – bahwa Maria penuh rahmat : tidak kurang!”.[4] Menjelang akhir abad 15 sudah hampir tidak ada orang yang menyangsikan perlunya pesta itu. Pada abad 17 Suarez berkata bahwa “tiada orang katolik saleh yang menyangsikan atau mengangkal misteri itu”. Kemudian Alphonsus Liguori menghubungkan pengangkatan ke surga dengan misteri Maria dikandung dengan tanpa noda. Setelah pengumuman dogma Maria dikandung tanpa noda dosa tahun 1854, banyak sekali usul dari seluruh dunia menghendaki diumumkannya dogma mengenai pengangkatan Maria ke surga.[5] Banyak sekali gereja yang dibaktikan kepada Maria diangkat ke surga. Begitu pula kota dan kabupaten yang berlindung di bawah Maria yang diangkat ke surga. Di Gereja Timur dan Gereja Barat waktu itu sudah ada doa ibadat harian mengenai Maria yang diangkat ke surga pula. Buku sakramen Perancis dan Bizantium memuat doa itu.

    BalasHapus
  3. Baiklah kita memandangnya dari kacamata iman pada Yesus Kristus.[6] Kita semua percaya bahwa Yesus Kristus naik ke surga: tubuh dan badan yang baru dibangkitkan. Ajaran itu disebut iman akan Kenaikan Yesus Ke Surga. Ajaran tersebut secara eksplisit diwahyukan dalam Alkitab. Kita semua juga percaya, bahwa semua orang benar akan masuk surga, rohani dan jasmani. Dengan kata lain, tubuh dan jiwa kita akan sama-sama dimasukkan ke surga, mengikuti Tubuh Yesus Kristus yang dibangkitkan. Hal itu juga secara eksplisit diwahyukan dalam Alkitab. Oleh sebab itu kita semua percaya, bahwa para kudus sekarang ini ada di surga, sedangkan tubuh mereka ada di makam. Kebenaran-kebenaran tersebut di atas diterima oleh semua orang yang menyebut diri kristiani.

    Kita, sebagai umat katolik percaya bahwa tubuh Santa Perawan Maria sekarang ini pun sudah ditempatkan di surga – mulia.[7] Kita menyebut ajaran ini “Santa Perawan Maria diangkat ke surga” pada akhir hidup duniawinya (dengan seluruh darah dan dagingnya); yang bagi kita baru akan terjadi pada akhir jaman. Maka kita percaya bahwa tubuh Yesus dan Maria sekarang ini sudah ada di surga. Bedanya: Yesus naik ke surga atas kekuatannya sendiri sedangkan Maria diangkat ke surga oleh Anaknya. Oleh sebab itu kita mempergunakan 2 istilah yang berlainan: Kenaikan Kristus dan Pengangkatan Maria ke surga.

    Tidak ada data historis positif untuk membuktikan Pengangkatan Maria ke surga. Jean Guitton, seorang beriman Perancis, mengatakan bahwa tidak mungkin kita menerima sebagai data, seakan-akan para Rasul hadir pada saat Maria meninggal, memakamkannya dan menemukan kubur itu kosong pada hari ketiganya. Namun ada data-data negatif, yang dapat dicatat.

    Tak pernah ditemukan makam Maria. Selain itu, sampai abad 5 tidak ada satupun legenda mengenai pemakaman Maria. Padahal kedudukan Maria di antara para Rasul merupakan kondisi subur untuk terciptanya legenda, seperti terjadi dalam banyak tokoh keagamaan lain. Tidak ada sama sekali peninggalan tubuh Maria. Tidak ada juga orang atau kota yang mengaku mempunyai peninggalan Maria. Padahal sejak jaman dulu senantiasa ada penghormatan pada peninggalan para kudus atau martir. P. Canica OFMCap mengaku, bahwa andaikata ada peninggalan Maria, pasti sudah akan jadi bahan penghormatan, bila melihat maraknya penghormatan kepada para suci dalam Gereja. Namun ditemukan Paus Adrianus I mengirim kepada Kaisar Karl Agung (784-791) suatu buku mengenai Sakramen-sakramen, yang antara lain memuat doa mengenai meninggalnya Maria.[8]

    BalasHapus
  4. Selama 16 abad pertama, tidak ada ahli ajaran Gereja atau sekolah teologi yang menyangsikan pengangkatan Maria. Para ahli lebih banyak berdebat mengenai Maria dikandung tanpa noda dosa.

    Ada beberapa nas dalam Alkitab yang mungkin memberikan data implisit mengenai Maria, khususnya: Kej 3: 15; Luk 1: 28; Why 12: 1-2.
    Nas-nas tersebut berkaitan dengan sebab-sebab iman akan Pengangkatan Maria ke surga. Iman kristiani sejak awal yakin bahwa Kristus menghendaki ibuNya mengambil bagian dalam hidupNya. Maka dari itu Ia juga membawa Maria ikut serta menikmati kemuliaanNya dengan kebangkitan. Kecuali itu, iman para Rasul masih menyimpan iman anak cucu Abraham, bahwa pembusukan makam adalah suatu hukuman atas dosa (Kej 3: 19). Daging kita adalah “daging dosa” (Rom 8:3). Kebanyakan dosa-dosa kita terjadi melalui kehendak daging. Namun dalam Maria tidak ada setitik pun noda dosa. Dengan Maria dikandung tanpa noda dan karena ia penuh rahmat, maka ia dianugerahi kekebalan dari kebusukan dalam tubuhnya. Sebab prinsip pembusukan yang ada pada kita semua itu tidak ada dalam Maria. “Daging dan darah”, kata Alkitab, “tidak dapat memiliki Kerajaan Allah” (1 Kor 15: 15). Bahkan tubuh para kudus tidak dapat masuk Kerajaan Allah. Mereka harus diperbaharui oleh tangan Allah. Oleh sebab itu tubuh Maria – tanpa noda, murni dan tanpa dosa – tidak dapat dibusukkan.

    Sejak awal mula Maria dikandung, ia mengatasi keadaan manusia biasa dan berada dalam kondisi seperti Adam dan Hawa sebelum jatuh ke dalam dosa. Andaikata mereka itu tidak berdosa, maka mereka tidak akan mendengar kata kutukan: “Kamu debu dan akan kembali menjadi debu” (Kej 3: 19). Dengan demikian, keadilan ilahi tentulah menjaga Maria sehingga tidak jatuh ke dalam akibat kutukan awal itu.

    Tubuh Maria yang tak bernoda, dalam arti tertentu, adalah asal dari pengudusan semua manusia. Dagingnya digunakan untuk membentuk tubuh Anaknya; tubuh yang Dia gunakan untuk mati di salib guna menghancurkan maut dan dosa. Itulah juga yang diberikanNya kepada kita sehingga kita dapat bangkit dari mati. Kalau demikian, mungkinkan bahwa tubuh Maria, yang sejaringan dengan tubuh Kristus, sarana penyelamatan dan kebangkitan itu, akan mengalami kematian dan pembusukan dalam makam? Kandungan yang membawa Yesus, tangan yang membelaiNya, lengan yang memeluknya, Maria yang menyusuiNya, hati yang mencintaiNYa – tidaklah mungkin melusuh menjadi debu dalam malam.

    Kemenangan total Kristus atas Setan mencakup kemenangan atas dosa dan kematian. Maria, Bunda Allah, berada dalam kesatuan yang amat intim dengan Yesus, juga dalam kemenanganNya terhadap Setan. Maria tidak hanya menyediakan daging yang dipersembahkan Kristus bagi penebusan kita. Maria juga mengambil peran menentukan dalam kerjasama untuk penebusan. Ia disatukan dengan Kristusn dalam pelbagai bagian kemenanganNya. Maka Maria juga dipadukan dengan Yesus Kristus dalam kemenanganNya atas kematian, dengan kebangkitan dan pengangkatannya mendahului akhir jaman. Itulah alasan yang disebutkan oleh Paus Pius IX dalam Bulla Ineffabilis Deus.

    Dalam Maria mengandung dan melahirkan Anaknya sebagai perawan, Allah melakukan mukjijad unik tanpa tanding. Mukjijad itu adalah suatu tindakan ilahi yang menunjukkan hormat kepada tubuh Bunda Allah. Allah mempertahankan keutuhan tubuh BundaNya melawan segala hukum kodrat. Tidaklah mungkin Allah lalu tidak mengijinkan tubuh tanpa noda itu menderita noda yang tak terhingga lebih besarnya dalam wujud kebusukan makam.

    Tentu saja, umat katolik yakin, bahwa semua keistimewaan dan kemuliaan Maria itu disebabkan oleh Anaknya. Martabat IlahiNya mengandaikan dan menuntut kesempurnaan dalam ibuNya. Tubuh Maria adalah Tubuh Kristus. Dan Kristus memilikinya serta menjaganya dari kebusukan karena juga telah tersedia untuk membentuk Tubuh Penebus. Tubuh Maria harus tanpa noda dan tanpa dosa, sebagaimana jiwanya. Penghinaan si Ibu (dengan busuk di makam) akan juga menjadi penghinaan terhadap Sang Anak.

    BalasHapus
  5. Perihal Perkembangan dan Definisi ajaran iman tentang Maria diangkat ke surga dapatlah dikaitkan dengan peristiwa di pertengahan abad 19. Sesudah Paus Pius IX merumuskan dogma “Maria Dikandung Tanpa Noda Dosa” tahun 1854, segera orang berpikit mengenai Pengangkatan Maria ke Surga. Keduanya merupakan kebenaran iman yang tidak secara eksplisit ada dalam Alkitab. Banyak orang mengirimkan petisi ke Tahta Suci. Antara tahun 1849 sampai 1940 ada lebih dari 2500 petisi yang ditulis oleh uskup dan pemimpin tarekat. Angka itu menjangkau sampai sekitar 70% hirarki. Pada tanggal 1 Mei 1946 Paus Pius XII mengirim ensiklik berjudul “Perawan Bunda Allah” yang meminta semua uskup seluruh dunia untuk melaporkan iman dan devosi mereka pribadi, umat, imam, biarawan/wati mengenai Pengangkatan Maria ke Surga. 1185 menjawab bahwa ajaran itu dapat didogmakan dengan aman. Hanya 16 orang yang menulis, apakah perumusan dogma itu tepat waktu saat itu (bukan mengenai kebenarannya). Oleh sebab itu pada tanggal 1 November 1950, sehari sesudah penutupan Kongres Maria Internasional yang kedelapan di Roma, Pius XII secara meriah merumuskan dogma Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga. Peristiwa besar itu berlangsung di Piazza St. Pietro di hadapan 40 Kardinal, 500 Uskup, ribuan imam dan hampir sejuta umat beriman.

    Untuk mendalaminya, baiklah kita mengamati kata-kata yang dipergunakan oleh Seri Paus: “Maria sesudah menyelesaikan tugas hidupnya di dunia, diangkat ke surga dengan tubuh dan jiwanya masuk kekemuliaan surgawi”.

    Sebagaimana Maria menerima Kristus di dunia, demikianlah Kristus menerima Maria di surga. Setelah sudi turun atas Maria, tepatlah juga kalau Allah mengangkat Maria kepada kemuliaan surgawi. Tempat Bunda Allah adalah di cahaya kemuliaan abadi dan tidak di kekelaman makam. Menurut Jean Guitton, “Perawan, yang memberikan dorongan kepada dunia dan yang sudah melepaskan dirinya dari dunia, serta menjadi lambang tujuan sejarah”.

    Oleh sebab itu kita dapat berdoa seperti Paus Pius XII sebagai berikut:

    "O, Perawan yang tanpa noda, Bunda Allah dan Bunda seluruh umat manusia,

    kami percaya dengan seluruh gairah iman kami akan pengangkatanmu ke surga, dengan seluruh jiwa dan raga. Di surga engkau disambut sebagai ratu dari semua paduan suara para malaekat dan seluruh laskar para kudus. Kamu menyatukan suara kami untuk memuji dan memuliakan Tuhan, yang telah meninggikan engkau dari segala ciptaan dan untuk memberikan kebaktian dan cinta kami”.[9]

    BalasHapus
  6. Mungkin dapat dipertanyakan: mengapa masih juga banyak orang sulit percaya akan Pengangkatan Maria ke Surga? Gereja Ortodoks sebenarnya setuju mengenai isi pengangkatan Maria ke surga, namun tidak sepakat kalau dimaklumkan oleh Seri Paus.[10] Sejumlah tokoh dalam Gereja-gereja Reformasi berkeberatan karena dasar alkitabiahnya tidak jelas, padahal bagi mereka, Alkitab adalah satu-satunya sumber bahwa kita beriman. Maka mereka meragukan dogma ini, walau menghormati Maria juga.

    Bagi umat katolik, Alkitab perlu kita terima dalam kesatuan dengan seluruh tradisi iman gerejawi, sebagaimana diungkapkan dalam ayat terakhir Injil Yohannes. Kita perlu menangkap banyak hal dalam Alkitab secara utuh: baik arti biologis, makna katanya maupun keseluruhan latar belakang budaya dan spiritualnya. Maka pengangkatan Maria ke Surga perlu dipahami bukanlah sebagai pertama-tama peristiwa fisik atau biologis atau budaya atau politis. Di sini kita berbicara mengenai peristiwa rohani dan hal spiritual. Untuk dapat masuk ke dalam lapisan hidup rohani dan spiritual itu diperlukan iklim hidup tertentu. Sulitlah kita masuk ke lapisan itu apabila terlanjur menjadi materialistik, seperti yang tampaknya melanda masyarakat kita sejak tahun 1965an. Idealisme persatuan digeser oleh pragmatisme mencari uang dan kesejahteraan lahiriah. Namun di samping itu juga ada arus lain yang tidak kalah mengganggu hidup spiritual kita, yaitu arus yang terlalu cepat atau suka mengembalikan segala sesuatu pada hukum agama atau formalisme religius. Dalam arus ini orang digoda untuk menjadikan hukum agama atau ungkapan ritual agama sebagai patokan bagi hidup manusia, termasuk batinnya. Dengan demikian orang menyempitkan hidup spiritual pada segi-segi hukum.

    Serupa itulah orang yang menolak misteri yang diungkapkan oleh Pengangkatan Maria ke Surga. Sebab dalam misteri ini orang diajak percaya akan hubungan mesra dan akrab antara yang fisik atau biologis dengan yang spiritual. Penebusan yang bersifat rohani-spiritual diakui terwujud dalam yang fisik dan biologis. Anak Allah yang secara fisik biologis sudi hadir dalam diri gadis desa Maria, itu melaksanakan penebusan umat manusia melalui kemanusiaanNya. Penderitaan dan kematianNya di salib yang amat jasmaniah adalah wujud kelihatan dari penyelamatan alam semesta. Maka pemenuhannya yang juga mencakup kedua hal itu dianugerahkan pula dalam ibuNya yaitu Bunda Maria. Maka ‘surga’ bukanlah tempat, melainkan suatu keadaan: di situ Anak dan Ibu menjadi satu dan bagi kita tersedia hal serupa. Bahkan Mat 27:52 menunjukkan bahwa bagi pelbagai kelompok manusia tersedia pemenuhan kebahagiaan lahir batin.

    BalasHapus
  7. Cara pandang Gereja Katolik tidak perlu mencemaskan, seakan-akan terlalu memuja Maria. Sebab pesta yang dirayakan adalah ‘Pengangkatan Maria ke Surga’, jadi ada nada ‘pasif’. Sebab dalam iman ini pelaku utama adalah Sang Penebus. Dialah yang menebus dan Dia pula yang duduk di sisi kanan Allah Bapa. Maria hanya memperoleh karunia ini karena jasa Anaknya.[11] Mungkin kita dapat melihatnya dalam kaitan dengan Kitab Wahyu 11: 19 dan 12: 1dst.

    Seperti ajaran mengenai ‘Maria dikandung tanpa noda dosa’, ajaran mengenai ‘Maria diangkat ke surga’ berkembang secara perlahan-lahan. Salah satu penghambat adalah suatu kotbah yang dikatakan berasal dari St. Hieronimus, yang menolak ajaran itu.[12] Namun kemudian terbukti bahwa tulisan itu tidak berasal dari St. Hieronimus. Kelak St. Thomas Aquino menyetujui ajaran iman mengenai Pengangkatan Maria ke Surga, dalam uraiannya mengenai “Salam Maria”.

    Jaman sekarang orang tidak begitu menghargai lagi darah-daging manusia, ketika begitu banyak pembunuhan dan perkosaan hak azasi manusia. Kultur minuman keras dan obat perangsang serta bius maupun materialisme yang tanpa kendali menunjukkan hedonisme tanpa batas. Pada masa seperti ini, dogma mengenai pemuliaan tubuh dan jiwa Maria menjadi suatu ungkapan melawan kultur masa kini: melalui tubuh pula Tuhan menjelma menjadi manusia dan memuliakan ibuNya.

    Pesta Maria diangkat ke surga menjadi pesta mengenai janji masa depan kita semua. Pengangkatan Maria ke surga mengangkat hati dan masa depan kita menuju ke surga. Sebab di sanalah Bunda Maria menantikan kita untuk bersatu dengan Anaknya. Gereja Katedral dengan menara kembarnya dapat terus menerus mengingatkan kita akan panggilan abadi kita itu.

    MENGASIH MARIA (MB. 543 / 1=G)

    1. Mengasih Maria kerinduanku
    menjadi abdinya cita hidupku.
    Ya Bunda surgawi sambut baktiku
    kini kuhaturkan doa padamu.

    2. Maria pemurah ratu surgawi
    engkaulah Bundaku, aku anakmu.
    Janganlah biarkan apapun juga
    memisahkan kita, kini dan kelak.

    3. Ratu yang perkasa dengar doaku.
    Dampingilah aku di medan hidup.
    Ulurkan tanganmu bila kujatuh,
    dan hantarkan aku ke dalam surga.
    [1] Paus Pius XII, Munificentissimus Deus, Vatican, 1950.
    [2] Heuken, Adolf, “Ensiklopedi Gereja Katolik” s.v. ‘Maria diangkat ke surga’.
    [3] Banyak bagian dalam tulisan ini bertumpu pada refleksi Kardinal John Henry Newman, “Discourses to Mixed Congregations’” sebagaimana dikutip dalam “The Mystical Rose” tulisan J. Regina, ed. 1960, hal 91-94.
    [4] Bdk DS 1963, no. 748.
    [5] Bdk. Minificentissimus, a.1-5.
    [6] Bdk. Rahner, Karl, “The Interpretation of the Dogma of the Assumption”, dalam Theological Investigation I, Herder, 1960, 215-228.
    [7] Bdk. Paus Pius XII, Mystici Corporis, 1943, D 2291.
    [8] Bdk Ott, Ludwig, “Grundriß der Dogmatik, Herder, 1970, 251.
    [9] Dari Doa Pengangkatan Maria ke Surga: oleh Paus Pius XII.
    [10] Heuken, s.v. Maria.
    [11] Bdk. St. Thomas, III, 53,4.
    [12] Demikian catatan L.Ott dalam ‘Grundriß der Dogmatik’nya.

    BalasHapus
  8. https://yesustuhan.wordpress.com/tag/bunda-maria/

    BalasHapus